ICC Mau Tangkap Netanyahu, Mengapa Amerika yang Sewot?
Amerika menolak ICC karena takut prajuritnya juga didakwa kejahatan perang.
REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON – Pernyataan yang disampaikan jaksa utama Mahkamah Pidana Internasional (ICC) Karim Khan soal pengajuan surat penangkapan atas Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu memicu kemarahan politikus dan pejabat Amerika Serikat (AS). Beberapa langsung mengeluarkan ancaman terhadap ICC. Ada apa di balik kemarahan tersebut?
Dalam pernyataan singkat yang dikeluarkan Gedung Putih, Presiden AS Joe Biden menyatakan tak terima dengan surat perintah penangkapan terhadap Benjamin Netanyahu dan Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant.
“Permohonan jaksa ICC untuk mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap para pemimpin Israel sangat keterlaluan,” katanya. “Dan biar saya perjelas: Apapun yang disiratkan oleh jaksa ini; tidak sama, saya ulangi, tidak sama; antara Israel dan Hamas. Kami akan selalu mendukung Israel melawan ancaman terhadap keamanannya.”
Pemerintahan Biden telah berulang kali mempertahankan dukungannya yang “tak tergoyahkan” kepada Israel di tengah perang, bahkan ketika mereka semakin menyuarakan keprihatinan atas tingginya angka kematian warga sipil di Gaza dan hambatan akses terhadap bantuan kemanusiaan.
Amerika Serikat dituding sejumlah lembaga internasional terlibat dalam dugaan genosida di Jalur Gaza. Sebanyak 60 persen senjata yang dipakai Israel dalam serangan berutal mereka dipasok oleh AS. Amerika juga berulangkali memveto resolusi gencatan senjata di Dewan Keamanan PBB, hal yang dipandang memberikan Israel lampu hijau untuk terus melancarkan genosida di Gaza.
Pada Senin (20/5/2024) Karim Khan mengatakan dalam pernyataan resminya bahwa ia meyakini Netanyahu dan Yoav Gallant bertanggung jawab atas kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Jalur Gaza dan Israel.
Kahn mengatakan bahwa dakwaan tersebut ditujukan untuk kejahatan “menyebabkan pemusnahan, menyebabkan kelaparan sebagai metode perang termasuk persetujuan pasokan bantuan kemanusiaan, dengan sengaja menargetkan warga sipil dalam konflik.”
Ia menyatakan, bukti-bukti menumpuk terkait kejahatan perang Israel di Gaza. Hal itu diantaranya terungkap dari wawancara dengan penyintas dan saksi mata serangan brutal di Gaza, pakar, citra satelit, dan pernyataan pejabat Israel. “Termasuk dua pejabat yang diajukan untuk ditangkap,” katanya.
Netanyahu pada awal-awal serangan ke Gaza sempat menyebut warga Gaza sebagai “Amalek”. Suku kuno tersebut dalam Alkitab disebut dimusnahkan secara total oleh Bani Israel. Sementara Gallant menyatakan bahwa dalam serangan ke Gaza, IDF sedang berperang dengan “manusia binatang”.
Kahn mengatakan dia juga mengajukan surat perintah penangkapan terhadap pemimpin Hamas Yahya Sinwar, Mohammad Deif, dan Ismail Haniyeh. “Hari ini kami telah mengajukan surat perintah ke majelis praperadilan pengadilan internasional pidana sehubungan dengan tiga orang yang merupakan anggota Hamas,” kata Kahn.
Atas pernyataan itu, berbagai pihak di Israel juga meradang.The Times of Israel melansir, Netanyahu mengatakan keputusan jaksa ICC untuk meminta surat perintah penangkapan terhadapnya tidak masuk akal dan tindakan tersebut dimaksudkan untuk menargetkan seluruh Israel.
“Saya dengan muak menolak perbandingan jaksa di Den Haag antara Israel yang demokratis dan pembunuh massal Hamas,” kata Netanyahu. Ia kemudian melontarkan sejumlah tudingan atas tindakan Hamas pada Operasi Topan al-Aqsa dan menyebutnya tak sebanding dengan “tentara [Israel] yang berperang secara adil?”. Klaim Netanyahu bahwa tentara Israel yang adil ini sudah berulang kali terbantahkan dengan aksi brutal mereka di Gaza.
Sementara Menteri Luar Negeri Israel Israel Katz mengatakan dia telah bertemu dengan perwakilan American Israel Public Affairs Committee (AIPAC), sebuah kelompok lobi pro-Israel yang berpengaruh.
“Saya meminta mereka untuk bekerja sama dengan pemerintah [AS] dan Kongres untuk mengambil langkah dramatis terhadap keputusan Jaksa ICC yang meminta surat perintah penangkapan terhadap PM Netanyahu dan Menteri Pertahanan,” kata Katz pada X.
Dia tidak merinci langkah-langkahnya. Beberapa anggota parlemen AS yang sangat pro-Israel memperbarui seruan untuk menjatuhkan sanksi, termasuk larangan perjalanan, kepada pejabat ICC, pada hari sebelumnya.
Partai Republik di Dewan Perwakilan Rakyat dan Senat AS sebelumnya telah memperkenalkan undang-undang yang berupaya menjatuhkan hukuman pada Jaksa ICC Khan.
Mengapa AS meradang?... baca halaman selanjutnya
Berbeda dengan Mahkamah Internasional (IJC) yang mendakwa institusi negara atas kejahatan mereka, ICC melakukan persidangan terkait individu-individu pelaku kejahatan perang. Menurut Aljazirah, AS mulanya justru terlibat dalam proses pembentukan ICC tersebut. Presiden Bill Clinton menandatangani Statuta Roma, perjanjian pendirian pengadilan tersebut, pada tahun 2000. Namun keanggotaan Washington tidak pernah diratifikasi.
Dua tahun kemudian, Presiden George W Bush memberitahu PBB bahwa AS tidak berniat menjadi negara anggota mahkamah tersebut, dan mengatakan bahwa ia takut akan adanya penuntutan yang bermotif politik terhadap tentara AS. Kala itu, AS mulai melakukan invasi militer ke Afghanistan dan setahun kemudian ke Irak. Kedua perang yang menimbulkan kematian ratusan ribu warga sipil itu diketahui penuh dengan kejahatan perang prajurit AS.
Sejak saat itu, pemerintahan AS berturut-turut terombang-ambing antara pendekatan yang bersifat permusuhan dan pendekatan yang bersifat mendukung terhadap pengadilan. Jika sekira menguntungkan mereka, pendulum biasanya mengayun ke dukungan terhadap ICC.
Pemerintahan Joe Biden sempat memunculkan harapan bahwa Washington akan menerima pengadilan tersebut. Pada 2021, Biden menghapus sanksi yang dijatuhkan pada dua pejabat ICC oleh mantan Presiden Donald Trump.
Saat Rusia menyerang Ukraina pada 2022 dan ICC kemudian mengeluarkan surat penangkapan Presiden Rusia Vladimir Putin, AS girang. Tahun lalu, Biden memerintahkan badan-badan AS untuk membagikan bukti dugaan kejahatan perang yang dilakukan oleh Rusia di Ukraina kepada ICC.
Seturut dimulainya serangan brutal Israel ke Gaza, AS kembali bersifat jengkel dengan ICC yang membuka kemungkinan pengadilan terhadap sekutunya di Israel.
“Kecaman pemerintahan Biden terhadap permintaan jaksa ICC Khan untuk memberikan surat perintah penangkapan bagi para pemimpin Israel dan Hamas menunjukkan dengan cukup meyakinkan bahwa Amerika Serikat secara konsisten dan terus-menerus menunjukkan kemarahan moral selektif terhadap penyelidikan ICC”, menurut pakar hukum internasional Joanna Rozpedowski dilansir Aljazirah.
Dampaknya, katanya, adalah “perpecahan lebih lanjut dalam sistem internasional yang berpotensi merusak dan mendelegitimasi sistem hukum internasional yang diciptakan bersama oleh negara-negara Barat”.
Di sela gelombang kecaman di AS terhadap ICC, suara senator progresif Bernie Sanders terdengar kesepian meski ramai didukung di jalan-jalan AS melalui aksi unjuk rasa berkelanjutan. Sendirinya adalah seorang keturunan Yahudi, ia mengatakan Khan “benar dalam mengambil tindakan ini”.
“Tanpa standar kesopanan dan moralitas, planet ini akan dengan cepat terjerumus ke dalam anarki, perang tanpa akhir, dan barbarisme,” katanya dalam sebuah pernyataan.