Bikin Boncos, tapi Kimia Farma tak Bisa Segera Tutup Pabriknya

Proses penutupan pabrik memerlukan waktu yang cukup panjang.

PT Kimia Farma tengah mengalami persoalan serius terkait kinerja keuangan. (ilustrasi)
Rep: Muhammad Nursyamsi   Red: Gita Amanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Kimia Farma tengah mengalami persoalan serius terkait kinerja keuangan. Persoalan inefisiensi hingga dugaan rekayasa keuangan di masa lampau membuat kondisi keuangan mengalami kerugian cukup besar mencapai Rp 1,82 triliun sepanjang 2023.

Baca Juga


Direktur Produksi dan Supply Chain Kimia Farma Hadi Kardoko mengatakan perusahaan akan menutup lima dari sepuluh fasilitas produksi atau pabrik. Hadi mengatakan inefisiensi pabrik sendiri menjadi salah satu penyebab utama yang menyebabkan perusahaan merugi cukup dalam.  
 
"Salah satu cara kita melakukan efisiensi itu, kita melakukan yang namanya rasionalisasi fasilitas produksi yang mana dari 10 kita akan rasionalisasi menjadi lima," ujar Hadi saat paparan publik tahunan Kimia Farma di Gedung IHLI-Bio Farma Group, Jakarta Timur, Selasa (25/6/2024).
 
Hadi menyampaikan proses penutupan pabrik farmasi berbeda dengan pabrik industri lain. Terdapat sejumlah ketentuan yang harus dipenuhi sehingga proses penutupan pabrik memerlukan waktu yang cukup panjang. 
 
"Kami memerlukan waktu dua tahun sampai tiga tahun. Kita mempertimbangkan peraturan yang ada, bisnis farmasi ini berbeda ketika melakukan penutupan pabrik, kita tidak bisa langsung kita tutup begitu saja," ucap Hadi.
 
Hadi menyampaikan Kimia Farma harus memerhatikan ketersediaan obat sebelum menutup pabrik. Hadi menilai hal ini menjadi acuan bagi perusahaan dalam menutup operasional pabrik. "Kita tetap memperhatikan ketersediaan obat di masyaraka, jangan sampai kita tutup, lalu ketersediaan obatnya nanti tidak ada, itu yang kami jadi pertimbangan sehingga kenapa perlu waktu dua sampai tiga tahun," kata Hadi.
 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler