Pengacara Ungkap Pegi tak Pernah Dikonfrontasi dengan Iptu Rudiana, Aep, dan Sudirman

Toni menilai, penyidik terlalu memaksakan penetapan Pegi sebagai tersangka.

Lilis Sri Handayani
Pegi Setiawan menerima hadiah motor dari pengusaha asal Tasikmalaya yang dikenal dengan sebutan Ratu Durian.
Rep: Lilis Sri Handayani, Bambang Noroyono Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, CIREBON – Selama hampir dua bulan menjalani penahanan di rumah tahanan Polda Jawa Barat (Jabar), Pegi Setiawan tidak pernah dikonfrontasi atau dipertemukan dengan Iptu Rudiana, selaku pelapor kasus tersebut, yang juga merupakan ayah kandung dari Eky. Hal itu disampaikan oleh salah satu kuasa hukum Pegi Setiawan, Toni RM.

Baca Juga


"Pegi Setiawan selama ditahan dan proses penyidikan itu tidak pernah dipertemukan dengan yang namanya Iptu Rudiana selaku pelapor," kata Toni, Senin (15/7/2024).

Tak hanya dengan Iptu Rudiana, Toni melanjutkan, kliennya selama ditahan di Polda Jabar juga tidak pernah dipertemukan dengan Aep maupun Sudirman. Kedua nama tersebut mengaku pernah melihat Pegi Setiawan dalam BAP-nya.

Padahal, lanjut Toni, dalam kasus pembunuhan berencana, jika tersangkanya tidak mengakui perbuatan tersebut, maka semestinya polisi melakukan konfrontasi antara saksi dan pelaku. Namun dalam kasus pembunuhan Vina, polisi tidak pernah mepertemukan Pegi Setiawan dengan Aep maupun Sudirman.

Toni menilai, penyidik terlalu memaksakan penetapan kliennya sebagai tersangka kasus tersebut. Meski demikian, dia bersyukur penetapan tersangka kliennya sudah dibatalkan melalui sidang pra peradilan Pengadilan Negeri Bandung sehingga Pegi Setiawan bukan tersangka lagi.

"Sekarang tinggal penyidik Polda Jawa Barat mencari pelaku yang sebenarnya," cetus Toni.

Kejanggalan kasus Vina Cirebon. - (Republika)

Praktisi hukum pidana Boris Tampubolon mengatakan, meskipun putusan praperadilan PN Bandung sudah menggugurkan status tersangka terhadap Pegi, Polda Jabar dapat kembali menebalkan status hukum yang sama terhadap buruh bangunan 27 tahun itu. Namun, kata Boris, penetapan tersangka baru terhadap Pegi, diharuskan menggunakan bukti-bukti baru.

“Secara prinsip hukum, jangankan Pegi, siapa pun masih dapat ditersangkakan selama ada bukti keterkaitannya dalam kasus pembunuhan Vina ini,” kata Boris dalam keterangan pers yang diterima, di Jakarta, Senin (15/7/2024).

Akan tetapi, Boris mengingkatkan kepolisian perihal Peraturan Mahkamah Agung (MA) Nomor 4/2016 tentang Larangan Peninjauan Kembali Putusan Praperadilan. Dalam Pasal 2 ayat (3) Peraturan MA itu menebalkan, putusan praperadilan yang mengabulkan permohonan terkait dengan tidak sahnya penetapan tersangka, tak menggugurkan kewenangan penyidik dalam penetapan tersangka ulang terhadap pemohon. Akan tetapi, dalam penetapan tersangka ulang yang dilakukan penyidik tersebut, harus berdasarkan bukti-bukti baru yang berbeda dari dasar penetapan tersangka sebelumnya dalam perkara yang sama.

“Jadi kalau Pegi mau ditersangkakan lagi, maka penyidik harus menggunakan bukti-bukti yang sah dan baru, yang berbeda dengan alat-alat bukti yang sudah ada sebelumnya. Artinya, alat buktinya tidak boleh sama dari yang sebelumnya,” kata Boris.

Boris menegaskan, bukti-bukti baru tersebut, harus berdasarkan temuan penyidik yang bersumber dari validitas terkait perkara. Dan juga diperoleh dari prosedur yang sesuai. Artinya, kata Boris bukan alat-alat bukti hasil dari rekayasa.

“Karena bila bukti-bukti baru itu diperoleh secara tidak sah, maka bukti-bukti tersebut tetap tidak bisa digunakan sebagai alat bukti, dan tidak memiliki nilai pembuktian,” ujar Boris.

Menurut Boris, dalam kasus pembunuhan Vina dan Eky ini, sejumlah bukti baru sebetulnya masih dapat diperoleh. Selain itu, dikatakan Boris, dalam sistem pembuktian pidana di Indonesia, memberikan celah putusan yang berdasarkan atas keyakinan hakim.

Alat bukti yang bisa meyakinkan para hakim, bukan cuma berdasarkan pengakuan saksi-saksi yang selama ini menjadi basis penyidikan Polda Jabar. Akan tetapi, penyidik kepolisian harus mengacu pada alat-alat bukti yang hingga kini belum ditampilkan. Yaitu, berupa alat-alat bukti yang berasal dari scientific crime investigation.

“Misalnya, berupa CCTV, video, chat, atau juga hasil tes DNA,” kata Boris.



BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler