Ribut-Ribut Awkarin dan Driver Gojek, Bagaimana Pandangan Islam Soal Uang Tip?

Seorang driver Gojek menyampaikan pesan ke Awkarin terkait tip.

Republika/Iman Firmansyah
Selebriti Instagram, Karin Novilda atau awkarin menangis saat memberikan penjelasan saat menjadi relawan bencana dalam acara mileneal fest, Jakarta, Ahad (28/10).
Rep: Nashih Nashrullah / M Nursyamsi Red: Muhammad Hafil

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ramai di media sosial tentang selebgram Awkarin yang mengaku mendapat perlakuan tidak menyenangkan dari seorang driver Gojek. Hal ini juga yang membuat driver  tersebut diputus kemitraannya oleh Gojek.

Baca Juga


Dalam unggahan di Instagram, Awkarin menjelaskan kronologi kejadian tersebut. Menurutnya, kejadian itu bermula dari dirinya yang tak langsung menjawab telepon dari driver saat pesanan sudah sampai.

BACA JUGA: 5 Hadits Rasulullah SAW tentang Keutamaan Shalawat Nabi

“Awalnya gue pesen Gofood, dia (driverenggak nunggu sama sekali, dia cuma nelpon satu kali. HP gue disilent, gue lagi ngobrol sama temen-temen gue,” kata Karin.

Saat mengantarkan pesanan, kata Karin, driver tersebut terlihat bersikap baik. Karin pun menyampaikan terima kasih kepada driver yang mengantarkan makanan tersebut.

Namun demikian, beberapa saat kemudian, driver tersebut mengirim pesan yang tidak mengenakkan melalui aplikasi ojek online.

“Lain kali mesen lihat HP jangan sok penting. Ngasih tip kagak,” tulis driver tersebut dalam chat di aplikasi Gojek, seperti diungkap dalam unggahan Instagram Karin.

Terlepas soal permasalahan Awkarin dengan driver Gojek tersebut, bagaimana sebenarnya pemberian tip dalam Islam?

Salah satu kebiasaan...

Salah satu kebiasaan yang sering berlaku di masyarakat ketika bertransaksi atau menggunakan jasa tertentu ialah memberikan tip. Saat makan di restoran atau kafe, tip diberikan kepada pramusaji.

Tip juga kadang diperuntukkan bagi kurir atau office boy di perkantoran, misalnya. Fenomena pemberian uang tip nyaris ada di tiap lini kehidupan. Lalu, apa hukum pemberian tersebut menurut perspektif Islam? Apakah hal ini dalam kasus tertentu termasuk kategori grativikasi yang diharamkan?

Kebiasaan berbagi tip ini juga menjadi pemandangan yang lumrah di sebagian besar kawasan Timur Tengah. Istilah tip, di negara-negara Arab dikenal dengan baqsyisy atau ikramiyyah. Tip seperti yang berlaku pada umumnya, diberikan kepada para pelayan dan kurir, misalnya, sebagai bentuk ucapan terima kasih dan penghargaan atas penggunaan jasanya. Fenomena ini pun mengundang perhatian lembaga fatwa di negara-negara tersebut.

Ketua Lembaga Dar al-Ifta Mesir Syekh Ali Jumah mengatakan, tip tersebut hukumnya boleh. Tapi, bukan sebuah kewajiban dari pengguna jasa. Ini diberikan sebagai bentuk ucapan terima kasih dan hadiah. Pemberian tip tersebut, di luar akad transaksi antarkeduanya.

Tip yang telah diberikan tidak boleh diambil oleh perusahaan atau pimpinan tempat si pelayan itu bekerja. Karenanya, ia berhak menyembunyikan tip dari bos tempat ia bekerja.

Ia mengutip hadis riwayat Bukhari Muslim dari Abu Humaid As Saidi. Rasulullah SAW mengecam para pekerja yang mengharapkan hadiah. Menurut Imam an-Nawawi, pelarangan dalam hadis tersebut berlaku bila yang bersangkutan berkorelasi langsung dengan otoritas pemerintahan. Ini tidak diperkenankan, tapi bila sekadar hadiah tak jadi soal.

Selanjutnya...

 

Sekjen Komite Fikih Amerika Serikat Prof Shalah as-Shawi berpendapat, pemberian tip diperbolehkan selama niatnya baik. Ini merupakan bentuk berlomba-lomba dalam kebajikan. Pendapat ini juga diamini oleh Kementerian Wakaf dan Urusan Islam Kuwait. Menurut pendapat tersebut, baqsyisy boleh diberikan kepada pekerja.

Kubu yang kedua berpandangan hukum pemberian tip dilarang dan haram. Ini dikategorikan sebagai suap dan grativikasi yang dihukumi haram menurut agama. Opsi pelarangan ini merupakan simpulan yang dikeluarkan oleh sejumlah instansi fatwa, salah satunya Komite Tetap Kajian dan Fatwa Arab Saudi. Tip berdasarkan kajian lembaga yang dipimpin oleh Syekh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz itu dinilai bisa menimbulkan beberapa mudarat. Baik dari segi pemberi atau penerima.

Penerima tip akan selalu berharap dan bisa tersakiti hatinya jika tidak menerimanya. Ini bisa berdampak pula pada diskriminasi antarpengguna jasa. Pekerja atau pelayan itu, misalnya, hanya akan memberikan layanan terbaik bagi mereka para pemberi tip. Aktivitas itu akan menjadi budaya yang jelek, yaitu meminta-minta. Sejumlah ulama Arab Saudi, menguatkan pendapat ini, di antaranya Syekh Shalih al-Fauzan dan Syekh Abdurrahman al-Barrak.

Namun, mantan dekan Fakultas Ushuludin Universitas Al Azhar Mesir Prof Muhammad al-Bahi menyanggah pandangan kubu yang kedua. Menurutnya, tip dan grativikasi atau suap tidak bisa disamakan. Keduanya, berbeda dari segi prinsip ataupun elemennya.

Tip diperuntukkan bagi mereka yang berpenghasilan rendah dan tidak memiliki kekuasaan atau berhubungan langsung dengan pemerintah. Jumlah tip-nya pun tidak besar, hanya sepantasnya saja. Sementara, grativikasi atau suap ialah pemberian bagi mereka yang berhubungan langsung dengan pemerintah. Misalnya, soal pemenangan tender proyek.

Besaran suap dalam kasus semacam ini tentunya tidaklah kecil. Sekalipun kecil, pemberian kepada mereka yang berkepentingan dan mempunyai otoritas tersebut haram hukumnya. “Jadi, jangan samakan antara tip dan suap,” katanya.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler