In Picture: Rektor UII Fathul Wahid Tolak Dipanggil Profesor

Fathul menyentil pejabat dan politisi yang menghalalkan segala cara demi profesor.

Rektor Universitas Islam Indonesia (UII), Fathul Wahid menolak dipanggil profesor.

Rektor Universitas Islam Indonesia (UII), Fathul Wahid menolak dipanggil profesor.

Red: Erik Purnama Putra

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rektor Universitas Islam Indonesia (UII) Prof Fathul Wahid menolak dipanggil profesor. Dia ingin seluruh pegawai dan mahasiswa tidak lagi memanggilnya profesor.

Baca Juga


"Dengan segala hormat, sebagai upaga desaklarisasi jabatan profesor kepada seluruh sahabat, mulai hari ini, mohon jangan panggil saya dengan sebutan 'prof'," kata Fathul melalui akun Instagram @fathulwahid_ dikutip Republika.co.id di Jakarta, Jumat (19/7/2024).

Dia ingin dipanggil nama langsung, misal Fathul. Boleh juga Dik Fathul, Kang Fathul, Mas Fathul, dan Pak Fathul. "Insya Allah akan lebih menentramkan dan membahagiakan. Matur nuwun," ucap Fathul yang sekarang tampil gondrong.

Dia pun mengajak para profesor lain untuk melantangkan panggilan yang terkesan lebih kolegial dan tidak feodal. Dengan desakralisasi panggilan prof, menurut Fathul, semoga jabatan profesor tidak dikejar banyak orang lagi. "Termasuk para pejabat dan politisi dengan menghalalkan cara," ujar Fathul.

Bahkan, Fathul sampai membuat surat edaran di lingkungan kampus UII. Dengan tujuan menguatkan atmosfer kolegial dalam tata kelola perguruan tinggi, ia tidak ingin gelarnya ditulis.

Baik dalam korespondensi surat, dokumen, dan produk hukum selain ijazah, transkrip nilai, dan yang setara sebagai penanda rektor, Fathul tidak ingin gelar Prof, ST, M.Sc, dan Ph.D ditulis. "Demikian pemberitahuan ini disampaikan, atas perhatian Bapak/Ibu kami mengucapkan terima kasih," ucap Fathul.

Surat Edaran Desakralisasi Gelar Profesor Rektor UII Fathul Wahid - (Dok UII)
 
Jangan kejar profesor...

Fathul mengatakan, langkah tersebut ditempuhnya sebagai sebuah gerakan kultural untuk mendesakralisasi jabatan profesor di Indonesia. Apalagi, ada orang yang demi gelar profesor sampai menghalalkan segala cara untuk mendapatkannya.

"Kalau yang saya lakukan, yang kecil ini diikuti saya akan sangat berbahagia dan kalau ini menjadi gerakan kolektif, banyak, kita mendesakralisasi jabatan profesor dan lebih menekankan profesor sebagai tanggung jawab, amanah akademik. Kita berharap profesi ini menjadi terhormat," kata Fathul.

Dia berharap, gelar profesor tidak dianggap sebagai sebuah status sosial yang perlu dikejar-kejar. "Jadi profesor itu ya tanggung jawab amanah. Tidak sesuatu status yang kemudian diglorifikasi, dianggap suci, sakral. Saya ingin seperti itu," ujar Fathul.

Dengan beban tanggung jawab yang besar, dia tidak ingin di Indonesia muncul sekelompok orang, termasuk para politisi dan pejabat yang justru memburu jabatan akademik tersebut dengan mengabaikan etika. "Karena yang dilihat tampaknya lebih ke status ya. Bukan sebagai tanggung jawab amanah," ucap Fathul.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler