Pesan Antar Makanan Daring Ternyata Punya Titik Kritis Halal, Ini Penjelasan BPJPH

Aqil khawatir, saat diantarkan terjadi kontaminasi antara makanan halal dan nonhalal.

Dok Republika
Kantor BPJPH (Ilustrasi).
Rep: Dian Fath Risalah Red: Ahmad Fikri Noor

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Muhammad Aqil Irham menyoroti titik kritis halal pada layanan pesan makanan secara daring. Aqil khawatir, saat diantarkan terjadi kontaminasi antara makanan halal dan nonhalal.

Baca Juga


"Sekarang jadi isu juga soal pesan antar makanan daring, pesan lewat aplikasi, makanan yang dibawa kurir bisa terkontaminasi antara makanan halal dan nonhalal, itu memang cukup kompleks ya," kata Aqil di Jakarta, Rabu (24/7/2024).

Sebagai informasi, terbangunnya halal supply chain atau rantai pasok harus menggunakan sumber daya secara efektif pada seluruh rantai pasok dimulai dari hulu hingga ke hilir yang memenuhi prinsip traceability atau tertelusur atau terjamin kehalalannya. Atau dengan kata lain, dimulai dari bahan baku hingga produk akhir yang siap dikonsumsi sampai ke tangan konsumen.

Jasa pesan antar makanan pun merupakan bagian dari supply chain atau rantai pasok yang mengurusi arus sebuah barang yakni pengantaran. Dari jasa tersebut, terdapat dua titik kritis dalam layanan pesan antar makanan secara daring.

Pertama, adalah titik kritis penyimpanan yang berkaitan dengan potensi kontaminasi bahan halal selama pengantaran. Kedua, distribusi dan transportasi yang berkaitan dengan potensi kontaminasi bahan halal selama pendistribusian.

Indonesia, sebagai salah satu negara dengan populasi muslim terbesar di dunia, memiliki potensi besar dalam mengembangkan bisnis produk dan jasa industri halal. Oleh karenanya, edukasi mengenai sertifikasi halal yang perlu diberikan setidaknya meliputi prosedur dan persyaratan sertifikasi halal, cara mudah proses sertifikasi halal, regulasi halal, serta bagaimana cara memenuhi kriteria sertifikasi halal.

Diketahui, BPJPH akan mewajibkan sertifikasi halal bagi produk makanan, minuman, hasil sembelihan dan jasa penyembelihan, bahan baku, bahan tambahan pangan, dan bahan penolong untuk produk makanan dan minuman mulai 17 Oktober 2024.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler