Ramai Kembali Soal Micin, Kapan Micin yang Kita Konsumsi Statusnya Haram?
Isu kehalalan micin kembali mencuat
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA- Isu kehalalan micin kembali menguat. Belakangan beredar kabar tentang produk bumbu masakan micin atau monosodium glutamate (MSG) yang mengandung babi.
Informasi tersebut merupakan broadcast pesan lama yang kembali disebarluaskan oleh pengguna media sosial dan viral di media sosial.
Namun, benarkah micin yang selama ini bereda mengandung babi? Micin atau yang memiliki nama kimia monosodium glutamat (MSG) merupakan garam natrium dari asam glutamat yang merupakan salah satu bahan tambahan pangan yang memiliki peran penting dalam proses memasak.
Senyawa ini juga kadang disebut dengan nama, Mononatrium Glutamat (MNG). Micin memiliki fungsi sebagai penguat atau penyedap rasa pada makanan.
Micin mengandung senyawa asam glutamat yang merupakan asam amino yang berfungsi sebagai neurotransmitter yang berperan penting dalam mengirim sinyal antar sel saraf (neuron) dalam otak dan sistem saraf. Asam amino ini juga berperan penting dalam menyusun protein dalam tubuh.
Tubuh menggunakannya untuk membangun berbagai protein yang diperlukan untuk fungsi dan struktur sel.
Micin juga mengandung natrium yang merupakan bahan mineral. Natrium dalam tubuh memiliki fungsi dalam mengatur tekanan darah dengan mengikat air dan mengatur fungsi saraf. Komponen ini juga berperan mengatur tekanan osmotik sel terkait keluar masuknya cairan sel dalam tubuh.
Bagaimana hukum mengonsumsi micin? Sebagai umat Muslim tentunya kita perlu teliti terhadap status kehalalan micin yang kita gunakan untuk masak sehari-hari.
Menurut Halal Post Audit Management LPPOM, Umi Noer Afifah, S T, dalam proses produksi micin dihasilkan dari proses fermentasi tetes tebu atau pati jagung dengan bantuan mikroba Corynebacterium glutamicum. Agar mikroba tersebut dapat bertahan hidup diperlukan media sebagai penghasil sumber nitrogen untuk nutrien pertumbuhan mikrobanya.
Media tersebut akan digunakan juga pada tahapan proses fermentasi yang terdiri dari glukosa, senyawa kimia (seperti urea, ammonium sulfat), vitamin, dan sumber nitrogen seperti pepton. Selama fermentasi, mikroba akan mengubah gula menjadi asam glutamat.
Asam glutamat selanjutnya akan direaksikan dengan natrium hidroksida sehingga menghasilkan monosodium glutamat (MSG).
“Produksi MSG menjadi kritis karena terdapat penggunaan bahan media yang dapat bersumber dari babi, seperti pepton yang dapat bersumber dari bahan nabati atau bisa juga bersumber dari bahan hewani termasuk babi, selain itu dalam pembuatan pepton harus dipastikan enzim yang digunakan bebas dari bahan babi dan najis. Mikroba juga harus dipastikan sumbernya berasal dari Genetically Modified Organism (GMO) atau tidak. Jika berasal dari GMO, maka harus dipastikan bukan berasal dari genetika manusia atau babi,” jelas Umi, dikutip dari laman resmi MUI Rabu (7/8/2024).
Fasilitas produksi yang digunakan untuk memproduksi MSG haruslah bebas dari bahan haram dan najis.
Untuk itu, penting sekali memastikan apakah produsen MSG menggunakan fasilitas bersama dengan produk lainnya yang tidak disertifikasi halal. Jika ada pengggunaan fasilitas bersama maka harus dipastikan bahan-bahan yang digunakan untuk memproduksi produk yang tidak disertifikasi adalah bahan yang bebas babi.
Isu micin yang saat ini berkembang adalah isu yang pernah ada pada 1988 yang menyatakan bahwa produk makanan dan minuman yang beredar di Indonesia mengandung bahan babi. Hal ini menyebabkan penjualan produk pangan yang mengandung babi mengalami penurunan yang drastis yang berpengaruh pada stabilitas ekonomi dan politik di Indonesia.
Pemerintah meminta MUI untuk mengatasi hal tersebut sehingga pada 6 Januari 1989 MUI mendirikan LPPOM untuk melakukan pemeriksaan atau sertifikasi halal untuk menjami kehalalan produk yang beredar di Indonesia yang masih berlangsung sampai dengan saat ini.
Sumber: mui.or.id