KPU Enggan Langsung Buat PKPU Tindak Lanjuti Putusan MK, Kaesang Jadi Masih Punya Peluang
KPU berdalih harus berkonsultasi dulu dengan DPR sebelum terbitkan PKPU.
REPUBLIKA.CO.ID, oleh Bambang Noroyono, Bayu Adji P, Antara
Meski DPR telah membatalkan pengesahan RUU Pilkada, Komisi Pemilihan Umum (KPU) memilih untuk tidak menindaklanjuti putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 60 dan 70 Tahun 2024 terkait aturan syarat pencalonan di Pilkada 2024. Ketua KPU Mochammad Afifuddin berdalih, pihaknya perlu berkonsultasi terlebih dahulu dengan DPR dan pemerintah.
Menurut Afifuddin, KPU akan berkonsultasi lewat rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi II DPR yang dijadwalkan pada Senin (26/8/2024). Dalam rapat konsultasi itu, KPU akan menyorongkan draf revisi PKPU 8/2024 yang berkaitan langsung dengan putusan MK 60/2024 dan 70/2024.
Konsultasi dengan Komisi II DPR tersebut, bersifat wajib, karena tanpa RDP dengan dewan itu, menurut Afifuddin, lembaganya bisa terancam sanksi dari dari Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Akan tetapi, meskipun konsultasi terkait PKPU itu wajib, KPU kata Afifuddin, tetap memastikan putusan MK 60/2024 dan 70/2024 sebagai dasar hukum yang sah bagi partai politik (parpol), ataupun gabungan parpol untuk mendaftarkan para calon kepala daerahnya pada 27 sampai 29 Agustus 2024.
“Semua yang berkaitan dengan putusan MK, yang katakanlah beririsan dengan PKPU kita, ini akan kita terapkan,” ujar Afifuddin dalam keterangan persnya, Kamis (22/8/2024).
Putusan MK 60/2024 dan 70/2024 itu, kata Afifuddin, bukan cuma menjadi pedoman dalam pendaftaran para calon kepala daerah. Akan tetapi, juga akan menjadi dasar hukum yang tetap pada saat KPU mengumumkan penetapan pasangan cakada yang sudah didaftarkan sebelumnya. KPU menjadwalkan penetapan paslon itu, pada 22 September 2024. Adapun gelaran pilkada serempak tahun ini akan digelar pada November 2024 mendatang.
Putusan MK 60/2024 dan 70/2024 diundangkan Selasa (20/8/2024). MK 60/2024 terkait perbaikan dalam Pasal 40 UU Pilkada 2016. Putusan itu, menyangkut rasionalitas baru dalam penentuan ambang batas minimal bagi parpol atau gabungan parpol untuk pengusungan calon kepala daerah di pemilihan kepala daerah. Putusan tersebut, mengubah ambang batas sebelumnya dari 20 persen penguasaan kursi di DPRD atau 25 persen dari perolehan suara sah pemilu, menjadi di bawah 10 persen. Adapun putusan MK 70/2024 terkait dengan pengembalian syarat batas usia cakada pada saat pendafataran di Komisi Pemilihan Umum.
Diketahui, salah satu perdebatan utama dari putusan MK adalah soal batas usia calon kepala daerah saat penetapan oleh KPU. Jika PKPU nanti sepenuhnya merujuk pada Putusan MK 70/2024, otomatis putra sulung Presiden Joko Widodo (Jokowi), Kaesang Pangarep tidak akan bisa mendaftarkan diri sebagai calon gubernur atau calon wakil gubernur.
Dan diketahui, dalam RUU Pilkada yang batal disahkan, DPR memilih mengacu pada putusan MA yang 'menguntungkan' Kaesang daripada putusan MK. Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad mengatakan, ihwal adanya putusan MA dan MK itu nantinya akan dibahas dalam rapat konsultasi antara DPR, KPU, dan pemerintah.
"Masing-masing rezimnya MA dan MK kan berbeda kewenangan. MK melakukan judicial review pada tatanan yang berbeda dengan MA," kata dia di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (22/8/2024).
Menurut dia, pihaknya akan mengkaji terlebih dahulu aturan mengenai syarat usia calon kepala daerah. Apalagi, KPU juga akan berkonsultasi dengan DPR untuk menentukan PKPU tentang pencalonan.
Ia menilai, dalam putusannya MK menyatakan tak bisa menganulir judicial review yang dilakukan MA. Pasalnya, dua lembaga itu memiliki kewenangan yang berbeda dalam melakukan judicial review.
"Nah itu tinggal bagaimana menerjemahkannya nanti. Jadi kita akan minta KPU yang akan menuangkan dengan PKPU setelah menuangkan konsultasi dengan DPR," kata Dasco.
Diketahui, dalam putusan MA, batas minimal usia kepala daerah dihitung sejak pelantikan kepala daerah terpilih. Sementara putusan MK mengatur batas minimal usia calon kepala daerah sejak penetapan pasangan calon.
Apabila menggunakan putusan MA, Kaesang Pangarep, dipastikan bisa maju di pilgub. Namun, apabila menggunakan putusan MK, Kaesang dinyatakan tak memenuhi persyaratan batas usia.
"Itu kan ada PKPU. PKPU-nya akan dikonsultasikan ke DPR dan tentunya PKPU itu akan dibuat oleh KPU. Mungkin bisa nanti diikuti, ada rapat konsultasi antara KPU dan komisi II DPR pada Senin dan mungkin jawabannya baru bisa terjawab pada hari itu," kata Dasco.
Dosen Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Indonesia (UI) Aditya Perdana menyebut usai batalnya pengesahan RUU Pilkada, hal paling krusial saat ini adalah PKPU. "Yang paling krusial itu memang PKPU kalau dalam konteks yang kita bicarakan hari ini," kata Aditya saat dihubungi di Jakarta, Kamis.
Sebab, kata dia, KPU perlu berkonsultasi dengan DPR RI, dalam hal ini Komisi II DPR RI untuk merevisi PKPU guna menindaklanjuti putusan MK. "PKPU kan harus ada persetujuan dari RDP (rapat dengar pendapat) dengan Komisi II DPR, jadi itu yang disampaikan oleh Ketua KPU," ucapnya.
Untuk itu, dia meminta publik menunggu hasil akhir KPU memutuskan PKPU terkait putusan MK setelah lembaga penyelenggara pemilu itu berkonsultasi dengan Komisi II DPR RI dalam waktu dekat.
"Cuma masalahnya ini kita menunggu keputusan KPU-nya bagaimana merespons ini, meskipun KPU sendiri juga merespons bahwa iya akan mengikuti putusan MK," ucapnya.
Ia lantas berkata, "Jadi kita tunggu saja besok apakah memang ada persetujuan itu sehingga kemudian kita akan bisa lihat bahwa putusan MK yang dimaksud itu diakomodir semuanya atau memang ada dinamika tersendiri yang terjadi."
Pada Jumat (23/8/2024), Pengadilan Negeri Jakarta Selatan mengungkapkan bahwa Kaesang Pangarep telah mengurus surat belum pernah dipidana untuk menjadi calon dalam Pemilihan Kepala Daerah Jawa Tengah (Jateng) 2024. Ada tiga surat yang diurus Kaesang.
"Betul Kaesang sudah mengurus surat keterangan belum pernah dipidana ke PN Jaksel. Persyaratan pencalonan sebagai Wagub Jateng," kata Pejabat Humas Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Djuyamto kepada wartawan di Jakarta, Jumat.
Djuyamto mengatakan permohonan surat keterangan itu benar atas nama Kaesang yang dikeluarkan pada 20 Agustus. Surat keterangan tidak pernah sebagai terdakwa itu juga dimohonkan beserta keterangan lainnya.
"Surat keterangan tidak pernah sebagai terdakwa, surat keterangan tidak sedang dicabut hak pilihnya dalam daftar pemilih dan surat keterangan tidak memiliki tanggungan utang secara perorangan atau badan hukum," ujarnya.
Dia menyatakan surat yang dikeluarkan oleh PN Jakarta Selatan telah sesuai aturan terkait layanan surat keterangan yang dimohonkan oleh masyarakat. "Memang SOP kami adalah diproses pada hari itu juga," ujarnya.