Polemik Aturan Jilbab di RS Medistra, Perempuan ICMI: Hati-Hati dalam Membuat Aturan
Manajemen RS Medistra diminta hati-hati membuat aturan terkait hak muslimah.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Terkait kontroversi dan polemik tentang aturan jilbab bagi pekerja dan tenaga medis di Rumah Sakit Medistra beberapa hari belakangan, Perempuan Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia (Perempuan ICMI) meminta agar manajemen Rumah Sakit harus berhati-hati saat membuat aturan apapun, terlebih yang terkait langsung dengan hak Muslimah untuk berjilbab.
”Kami sudah dengar polemik dan klarifikasi dari Pihak RS Medistra terkait persoalan jilbab itu, oleh karena itu kami meminta agar manajemen sangat berhati-hati saat akan merumuskan aturan khususnya yang akan menyinggung hal-hal sensitif bernuansa SARA, meski itu hanya naskah intervieuw semata,” demikian dikatakan Ketua Umum DPP Perempuan ICMI, Welya
Safitri dalam siaran tertulisnya kepada media pada Selasa (3/9/2024).
Menurut Welya, jangan sampai membuat klarifikasi setelah masalahnya viral di media sosial sehingga memancing suasana panas di masyarakat.
"Masalah jilbab adalah masalah serius dalam syariat Islam, sehingga siapa saja yang mempermasalahkan jilbab dan menyalahgunakan wewenangnya untuk melakukan intimidasi kepada Muslimah berjilbab agar melepaskannya, tentu termasuk kategori pelanggaran serius yang dapat dibawa ke jalur hukum," tegas Welya.
Terlebih bagi Perempuan ICMI yang sudah menginisiasi hak berjilbab bagi Polwan dan TNI Muslimah, serta menginisiasi Hari Jilbab Nasional setiap 8 Maret, tentu merasa sangat berkepentingan untuk memastikan hak setiap Muslimah itu dijamin pelaksanaannya secara hukum, terang Welya.
"Jadi tidak usah berbuat macam-macam lagi dengan membuat aturan ngawur melarang jilbab bagi Muslimah. Perempuan ICMI akan menjadi garda terdepan dalam mengawal hak berjilbab Muslimah Indonesia dimanapun dia berada," pungkas Welya.
Terkait hal itu, dirinya meminta adanya investigasi dari pemangku kepentingan terkait terkait dugaan adanya pertanyaan kesediaan lepas hijab kepada calon nakes di RS Medistra yang dapat dilakukan Dinas Kesehatan Provinsi Jakarta, Ombudsman, dan Asosiasi Rumah Sakit Swasta Indonesia jika RS tersebut menjadi anggotanya.
"Masyarakat tentu berhak mengetahui hasil dari investigasi ini itu dan pihak-pihak yang terlibat dalam tindakan diskriminatif ini harus diberi sanksi yang sesuai jika dugaan pertanyaan kesediaan melepas jilbab itu benar," kata Welya.
Selain itu juga ia meminta harus ada investigasi lebih lanjut, apakah pertanyaan tersebut memang bagian dari template pertanyaan dalam proses seleksi calon nakes di RS Medistra, atau hanya tindakan spontanitas dari individu tertentu.
"Jadi harus transparan, jika memang hanya inisiatif oknum maka oknumlah yang ditindak. Namun jika itu kebijakan manajemen RS Medistra maka manajemen harus bertanggungjawab secara hukum," pungkas Welya.