Polisi Sudah Periksa 34 Saksi Kasus Kematian Dokter Undip, Ini Perkembangan Terbarunya

Undip dan RSUP Kariadi mengakui adanya praktik serta budaya perundungan di PPDS.

Republika/Kamran Dikarma
Suasana Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro, Semarang, Jawa Tengah, Kamis (15/8/2024).
Rep: Kamran Dikarma Red: Mas Alamil Huda

REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Polda Jawa Tengah (Jateng) masih terus mendalami keterangan teman-teman seangkatan dan sejumlah senior dokter Aulia Risma Lestari (ARL), mahasiswi PPDS Anestesia Univeristas Diponegoro (Undip) yang diduga bunuh diri akibat mengalami perundungan. Sejauh ini Polda Jateng sudah memeriksa 34 saksi.

Baca Juga


"Saat ini 34 orang saksi sudah diambil keterangan, salah satunya adalah rekan-rekan seangkatan, para chief angkatan PPDS, dan bendaharanya," kata Kabid Humas Polda Jateng Kombes Artanto kepada Republika ketika ditanya perihal perkembangan penyelidikan kasus kematian ARL, Selasa (17/9/2024).

Bendahara yang dimaksud Artanto adalah mahasiswa PPDS Anestesia yang bertugas menghimpun iuran dari teman-teman seangkatannya. Iuran itu nantinya akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan para mahasiswa senior. Undip sudah mengonfirmasi adanya praktik atau budaya iuran semacam itu di PPDS Anestesia-nya. Besaran iuran antara Rp 20 juta sampai Rp 40 juta per bulan selama satu semester.

Artanto mengungkapkan, sejauh ini Polda Jateng belum melakukan pemeriksaan terhadap dokter-dokter konsulen tempat ARL melaksanakan PPDS Anestesia, yakni di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Dr Kariadi. "(Pemeriksaan) masih seputaran mahasiswa PPDS junior dan senior," ucapnya.

Undip dan RSUP Dr Kariadi telah mengakui adanya praktik serta budaya perundungan di PPDS. Kedua lembaga tersebut menyampaikan permintaan maaf kepada publik. "Kami sebagai wahana rumah sakit pendidikan tidak lepas dari kekurangan dan kealpaan ketika terjadi perundungan. Kami mengatakan bahwa turut bertanggung jawab dalam proses pendidikan dokter spesialis tersebut," kata Direktur Layanan Operasional RSUP Dr Kariadi, Mahabara Yang Putra, saat menghadiri konferensi pers di FK Undip, 13 September 2024 lalu.

Bullying di Program Pendidikan Dokter Spesialis - (Infografis Republika)

Permintaan maaf Undip.. baca di halaman selanjutnya.

 

Pada kesempatan itu, Mahabara kembali menyampaikan belasungkawa atas meninggalnya Aulia Risma Lestari (ARL). "Kami mengucapkan turut berbelasungkawa sebesar-besarnya kepada keluarga dokter Risma," ujar Mahabara.

Dia mengatakan saat ini adalah momentum bagi RSUP Dr Kariadi sebagai salah satu wahana pendidikan dokter spesialis, melakukan evaluasi dan pembenahan. "Segala kekurangan dan yang sebelumnya terjadi, masih belum bisa mencapai ekspektasi, kita sebagai wahana rumah sakit pendidikan turut bersimpati dan juga mohon maaf. Harapannya ke depan menjadi lebih baik," ucapnya.

Dalam konferensi pers yang sama, Dekan FK Undip Yan Wisnu Prajoko akhirnya turut mengakui bahwa praktik perundungan memang terjadi di PPDS Undip. "Kami menyampaikan dan kami mengakui bahwa di dalam sistem pendidikan dokter spesialis internal kami, terjadi praktik-praktik atau kasus-kasus perundungan dalam berbagai bentuk, dalam berbagai derajat, dalam berbagai hal," kata Yan.

Dia pun meminta maaf kepada masyarakat. "Kami memohon maaf kepada masyarakat, terutama kepada Kementerian Kesehatan, kepada Kemendikbudristek, dan kepada Komisi IX (DPR RI), Komisi X, kami memohon maaf kalau masih ada kesalahan kami di dalam kami menjalankan proses pendidikan, khususnya kedokteran spesialis ini," ucapnya.

Pihak keluarga ARL telah melaporkan kasus dugaan perundungan yang dialami dokter berusia 30 tahun tersebut ke Polda Jateng) pada 4 September 2024 lalu. Pihak yang dilaporkan keluarga ARL adalah beberapa mahasiswa senior PPDS Anestesia Undip. Kuasa hukum keluarga ARL, Misyal Achmad, mengatakan bahwa selama melaksanakan PPDS Anestesia di RSUP Dr Kariadi, ARL mengalami intimidasi, pengancaman, bahkan pemerasan oleh senior-seniornya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler