Calon Tersangka Kasus Bullying PPDS Undip Menurut Kuasa Hukum Keluarga Dokter ARL

Ibunda almarhumah dokter ARL, Nuzmatun Malinah, akhirnya ikut buka suara.

Kamran Dikarman
Ibunda Aulia Risma Lestari, Nuzmatun Malinah (kiri), memberikan keterangan kepada media terkait kasus kematian putrinya di PO Hotel, Semarang, Jawa Tengah, Rabu (18/9/2024) malam.
Rep: Kamran Dikrama Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Kuasa hukum keluarga almarhumah dokter Aulia Risma Lestari (ARL), Misyal Achmad, mengatakan, ketua program studi (kaprodi) PPDS Anestesi Universitas Diponegoro (Undip) berpotensi menjadi tersangka dalam kasus dugaan perundungan terhadap ARL. Hal itu karena kaprodi PPDS Anestesi telah melakukan pembiaran terhadap praktik perundungan kepada ARL. 

Baca Juga


Misyal mengungkapkan, keluarga ARL telah beberapa kali melapor kepada kaprodi PPDS Anestesi Undip tentang dugaan aksi perundungan dan jam kerja eksesif yang dialami ARL selama menjalani pendidikan di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Dr.Kariadi. Namun, kaprodi tidak pernah memberi tanggapan atau respons. 
 
"Kalau sampai nanti pembuktian itu benar di kepolisian, dengan data-data dan bukti yang kita kasih, maka kaprodi itu bisa juga dijadikan tersangka. Ada pembiaraan. Karena dia yang seharusnya bertanggung jawab," kata Misyal, Kamis (19/9/2024). 
 
Saat ini kaprodi PPDS Anestesi Undip dijabat oleh pejabat berinisial TEN. Dalam kasus dugaan perundungan terhadap ARL, pihak keluarga sudah melaporkan senior-senior terduga pelaku ke Polda Jateng. "Kami belum tahu secara pasti siapa saja pelaku itu. Yang jelas adalah senior yang kita laporkan yang sedang disidik pihak kepolisian," ujar Misyal. 
 
Misyal mengatakan, ia sudah mengusulkan beberapa ahli untuk turut dimintai keterangan oleh tim penyidik. "Ada beberapa ahli yang kita ajukan, ahli pidana juga. Yang jelas kita enggak ambil dari Undip," ucapnya. 
 
Ibunda almarhumah ARL, Nuzmatun Malinah, pun akhirnya buka suara soal dugaan perundungan, termasuk pemerasan, yang dialami putrinya. "Saya sebenarnya ingin menceritakan, tapi saya enggak sanggup untuk menceritakan," demikian kalimat pertama yang diucapkan Nuzmatun dengan suara bergetar dalam konferensi pers (konpers) yang digelar di PO Hotel, Semarang, Jawa Tengah (Jateng), Rabu (18/9/2024) malam. 
 
Dalam konpers tersebut, Nuzmatun didampingi kuasa hukumnya, Misyal Achmad. Tante dari ARL juga turut hadir menemani Nuzmatun.
 
Kepada awak media, dengan sesekali terhenti karena tak kuasa menahan tangis, Nuzmatun menceritakan sepenggal demi sepenggal kejadian-kejadian yang dialami putrinya selama melaksanakan PPDS Anestesia di RSUP Dr. Kariadi. 
 
Hal pertama yang diceritakan Nuzmatun adalah bagaimana ARL harus bekerja hampir 24 jam. Rutinitas seperti itu sudah harus dijalani ARL sejak melaksanakan PPDS Anestesia pada 2022.
 
"Sampai akhirnya, ketika dia pulang dari rumah sakit, bulan Agustus tahun 2022, karena saking ngantuknya, dia nyetir motor jatuh ke selokan," ucap Nuzmatun dengan suara terisak. 
 
Pascakecelakaan, ARL sempat menjalani operasi sebanyak dua kali. Namun sejak insiden itu ARL kerap mengalami sakit di bagian kaki dan punggungnya. Namun dia tetap harus menjalani rutinitasnya seperti sebelumnya.
 
"Sudah sakit masih dibentak-bentak (senior) karena tugasnya lelet untuk bawa makanan, minuman, dari lantai satu ke lantai dua. Tidak boleh pakai troli, harus bawa sendiri," kata Nuzmatun.
 
Bullying di Program Pendidikan Dokter Spesialis - (Infografis Republika)
 
 

Karena ARL kerap mengeluhkan situasinya, Nuzmatun akhirnya menghadap kaprodi PPDS Anestesi Undip. "Saya minta agar tidak ada perlakuan yang seperti itu (kepada ARL). Sama ketua prodi dijawabnya bahwa itu adalah untuk melatih mental," ucapnya. 
 
Nuzmatun mengaku beberapa kali menghadap ketua Prodi Anestesi Undip untuk menyampaikan perlakuan-perlakuan terhadap ARL. Nuzmatun juga sempat menceritakan bagaimana ARL pernah dihukum berdiri selama satu jam oleh seniornya dalam kondisi kaki yang bengkak efek kecelakaan motor.
 
"Dijawab oleh ketua prodi, 'Saya dulu (berdiri selama) lima jam'. Bayangkan anak saya itu kakinya bengkak disuruh berdiri satu jam," ujar Nuzmatun. 
 
Meski Nuzmatun sudah beberapa kali melaporkan situasi putrinya ke ketua Prodi Anestesia Undip, perubahan yang diharapkan tak pernah terjadi. Situasi yang sama tetap berlangsung hingga ARL ditemukan meninggal di kamar kosnya di Lempongsari, Gajahmungkur, Semarang, pada 12 Agustus 2024. 
 
"Harusnya anak saya itu ada, masuk sekolah, cari ilmu. Tapi apa yang dia dapat? Tidak hanya anak saya, tapi suami saya juga. Jadi tolong bantu saya, tolong bantu saya mencari keadilan," kata Nuzmatun diiringi tangis.
 
Ayah ARL, yakni Moh Fakhruri, meninggal dunia dua pekan setelah kematian ARL. Sejak ARL meninggal, kondisi kesehatan Fakhruri drop. Dia sempat dirawat di RSUD Kardinah Tegal kemudian dirujuk ke RSCM Jakarta. Fakhruri mengembuskan napas terakhirnya pada 27 Agustus 2024. 
 
Dalam konferensi pers pada Rabu malam, Nuzmatun juga sempat menceritakan dugaan pemalakan yang dialami ARL. Dia mengungkapkan, ARL memang diharuskan membayar iuran untuk kas angkatan. Iuran yang dihimpun itu digunakan untuk memenuhi keperluan dan kebutuhan para mahasiswa senior PPDS Anestesia Undip.
 
"Ada datanya, sudah kami serahkan pada Polda (Jateng). Jadi itu berupa rekening koran mengalirnya dana," ujar Nuzmatun.
 
Nuzmatun enggan mengungkap berapa biaya yang dikeluarkannya untuk membayar iuran tersebut. Namun pembayaran iuran dilakukan setiap bulan. "Kalau yang besar itu di semester satu. Tapi di semester berikutnya juga masih ada, tidak hanya semester satu," ucapnya. 
 
Menurut Nuzmatun, pada Agustus lalu, ARL, yang sudah menjalani semester lima, masih membayar iuran. Namun jumlahnya sudah jauh lebih kecil dibandingkan ketika semester satu. 
 
Sementara itu kuasa hukum keluarga ARL, Misyal Achmad, mengungkapkan, uang yang sudah dikeluarkan keluarga ARL untuk membayar iuran angkatan mencapai Rp225 juta. "Tapi kita tidak tahu penggunaannya. Ke mana saja (dananya), itu masih diperiksa oleh pihak kepolisian melalui rekening koran," ujar Misyal.
 
 

Pekan lalu, pihak Undip dan RS Dr. Kariadi telah mengakui adanya praktik serta budaya perundungan di PPDS. Kedua lembaga tersebut menyampaikan permintaan maaf kepada publik, pemerintah, dan DPR.

"Kami sebagai wahana rumah sakit pendidikan tidak lepas dari kekurangan dan kealpaan ketika terjadi perundungan. Kami mengatakan bahwa turut bertanggung jawab dalam proses pendidikan dokter spesialis tersebut," kata Direktur Layanan Operasional RSUP Dr. Kariadi, Mahabara Yang Putra, saat menghadiri konferensi pers di Fakultas Kedokteran (FK) Undip, Jumat (13/9/2024).

Pada kesempatan itu, Mahabara kembali menyampaikan belasungkawa atas meninggalnya Aulia Risma Lestari (ARL). ARL adalah mahasiswi PPDS Anestesia Undip di RSUP Dr. Kariadi yang diduga bunuh diri setelah mengalami perundungan dari seniornya.

"Kami mengucapkan turut berbelasungkawa sebesar-besarnya kepada keluarga dokter Risma," ujar Mahabara.

Dia mengatakan saat ini adalah momentum bagi RSUP Dr. Kariadi sebagai salah satu wahana pendidikan dokter spesialis, melakukan evaluasi dan pembenahan. "Segala kekurangan dan yang sebelumnya terjadi, masih belum bisa mencapai ekspektasi, kita sebagai wahana rumah sakit pendidikan turut bersimpati dan juga mohon maaf. Harapannya ke depan menjadi lebih baik," ucapnya.

Konferensi pers di FK Undip juga dihadiri Dekan FK Undip Yan Wisnu Prajoko. Pada kesempatan tersebut, Yan akhirnya turut mengakui bahwa praktik perundungan memang terjadi di PPDS Undip.

"Kami menyampaikan dan kami mengakui bahwa di dalam sistem pendidikan dokter spesialis internal kami, terjadi praktik-praktik atau kasus-kasus perundungan dalam berbagai bentuk, dalam berbagai derajat, dalam berbagai hal," kata Yan.

Dia pun meminta maaf kepada masyarakat. "Kami memohon maaf kepada masyarakat, terutama kepada Kementerian Kesehatan, kepada Kemendikbudristek, dan kepada Komisi IX (DPR RI), kami memohon maaf kalau masih ada kesalahan kami di dalam kami menjalankan proses pendidikan, khususnya kedokteran spesialis ini," ucapnya.

Yan kemudian meminta arahan dari para pemangku kepentingan, pemerintah dan komponen-komponen masyarakat, dalam proses perbaikan PPDS di Undip. "Kami mohon dukungan dari pemerintah dan masyarakat, untuk kami dapat melanjutkan proses pendidikan kedokteran spesialis di Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro, khususnya saat ini adalah program studi anestesi dan perawatan intensif, supaya kami bisa berperan serta memberikan sumbangsih kepada negara untuk segera memenuhi kebutuhan SDM dokter spesialis dan terdistribusi merata di seluruh nusantara," katanya.

Karikatur Opini Republika : Darurat Perundungan - (Daan Yahya/Republika)

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler