Saat Gaza Dibombardir, Ribuan Pemukim Ilegal Yahudi Israel Duduki Kompleks Masjid Al Aqsa

Pemukim Yahudi Israel terus lakukan provokasi

AP Photo/Mahmoud Illean
Ilustrasi Masjid Al-Aqsa. Pemukim Yahudi Israel terus lakukan provokasi
Red: Nashih Nashrullah

REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM-Sekitar 1.390 pemukim ilegal Israel memaksa masuk ke dalam kompleks Masjid Al-Aqsa di Yerusalem Timur yang diduduki pada hari Ahad (20/10/2024) untuk merayakan hari raya Yahudi, Sukkot, menurut sebuah lembaga Palestina, lapor Anadolu Agency.

Baca Juga


Departemen Wakaf Islam yang dikelola Yordania di Yerusalem mengatakan bahwa para pemukim memasuki lokasi flashpoint melalui Gerbang Mughrabi di tembok barat masjid di bawah perlindungan polisi Israel.

Menurut para saksi mata, Menteri Keamanan Nasional Israel sayap kanan Itamar Ben Gvir bergabung dengan para pemukim ilegal untuk melakukan ritual Talmud di lokasi tersebut di tengah pembatasan masuknya jamaah Muslim ke dalam kompleks.

Namun, kantor Ben-Gvir mengatakan bahwa menteri ekstremis itu tidak memasuki situs tersebut, tetapi menyambut para pemukim Israel di pintu masuk kompleks.

Sejak 2003, Israel telah mengizinkan para pemukim ilegal masuk ke dalam kompleks titik nyala hampir setiap hari, kecuali hari Jumat dan Sabtu.

Masjid Al-Aqsa adalah situs tersuci ketiga di dunia bagi umat Islam. Orang Yahudi menyebut daerah itu sebagai “Temple Mount”, mengklaim bahwa itu adalah lokasi dua kuil Yahudi di zaman kuno.

Israel menduduki Yerusalem Timur, di mana Al-Aqsa berada, selama Perang Arab-Israel 1967. Negara ini mencaplok seluruh kota pada tahun 1980 dalam sebuah langkah yang tidak pernah diakui oleh masyarakat internasional.

Sementara itu, rumah-rumah sakit di Jalur Gaza utara telah diserang secara langsung di tengah meningkatnya permusuhan, hingga memperburuk krisis kemanusiaan yang sudah mengerikan, kata koordinator kemanusiaan untuk wilayah Palestina yang diduduki Muhannad Hadi.

“Rumah sakit, pasien, staf medis, dan warga sipil lainnya harus selalu dilindungi. Mereka jangan pernah menjadi sasaran,” kata Hadi dalam sebuah pernyataan, Sabtu (19/10).

Tim kemanusiaan dan penyelamat juga harus diberikan akses segera untuk menyelamatkan nyawa, tegasnya.

“Hukum humaniter internasional adalah kewajiban yang harus selalu ditegakkan,” ujar Hadi.

BACA JUGA: Jika Benar-benar Berdiri, Ini Negara 'Islam' Pertama yang Halalkan Alkohol dan Bela Israel

Sejak Jumat (18/10/2024), pasukan Israel belum memenuhi desakan PBB untuk membuka akses ke Gaza Utara guna membantu menyelamatkan puluhan orang yang terluka yang terjebak di bawah reruntuhan bangunan.

“Setiap menit sangat berarti dan penundaan ini mengancam jiwa,” kata Hadi, memperingatkan.

 

Mengabaikan resolusi Dewan Keamanan PBB yang menyerukan gencatan senjata segera, Israel telah menewaskan lebih dari 42.500 korban di Gaza sejak serangan lintas perbatasan oleh kelompok pejuang Hamas Palestina pada 7 Oktober tahun lalu.

Israel juga membunuh pemimpin kelompok itu, Yahya Sinwar, awal minggu ini. Sinwar telah mengambilalih kepemimpinan Hamas setelah pembunuhan Ismail Haniyeh di Teheran, Iran, pada 31 Juli 2024.

Di lokasi terpisah, Presiden Mesir Abdel Fattah al-Sisi menyerukan agar pertempuran di Gaza dan Lebanon segera diakhiri, dan mendesak upaya yang lebih kuat untuk mencapai gencatan senjata dan pertukaran sandera di Gaza.

Dia menegaskan kembali bahwa "pembentukan negara Palestina yang merdeka sangat penting untuk meredakan ketegangan regional serta memajukan perdamaian dan keamanan yang nyata dan berkelanjutan."

Pernyataan itu disampaikan Al-Sisi dalam sebuah pertemuan dengan delegasi bipartisan dari DPR Amerika Serikat, yang dipimpin oleh Anggota Kongres Tom Cole, kata Kantor Kepresidenan Mesir pada Sabtu (19/10/2024).

Dalam pidatonya di depan delegasi Amerika Serikat, dia menegaskan pentingnya memulihkan perdamaian dan stabilitas di Timur Tengah sambil mencegah agar konflik saat ini tidak semakin meluas. Mesir, bersama dengan Qatar dan Amerika Serikat, selama berbulan-bulan terlibat dalam negosiasi tidak langsung antara Israel dan kelompok pejuang Palestina, Hamas.

Sejauh ini, belum ada kesepakatan yang dicapai dalam negosiasi tersebut karena Israel menolak mengakhiri serangan militer, menarik pasukannya dari Gaza, dan mengizinkan kembalinya warga Palestina yang mengungsi ke Gaza utara.

BACA JUGA: Jamuan Makan Malam Terakhir, Perpisahan Mengenaskan Pasukan Elite Golani Israel

Sementara perang lintas batas antara pasukan Israel dan kelompok Hizbullah Lebanon terus berlanjut sejak serangan genosida Israel di Gaza dimulai pada Oktober tahun lalu, Israel meningkatkan serangannya di Lebanon akhir bulan lalu dan menewaskan pemimpin Hizbullah, Hassan Nasrallah, dan banyak komandan lainnya. Serangan Israel telah merenggut lebih dari 1.500 nyawa di Lebanon dan menyebabkan 1,3 juta orang mengungsi. 

Seorang pejabat kesehatan Palestina mengatakan pada Jumat (18/10/2024) bahwa sistem kesehatan di Jalur Gaza bagian utara telah berada di bawah kehancuran, pengepungan, dan genosida oleh Israel selama lebih dari 14 hari.

Tentara Israel melanjutkan serangan hari ke-14 secara berturut-turut di Gaza utara dengan fokus di area Jabalia dan kamp pengungsinya.

Marwan Al-Hams, direktur rumah sakit lapangan di Gaza, mengatakan dalam sebuah konferensi pers bahwa pasien dan orang-orang yang terluka di Gaza utara "tidak bisa mendapatkan obat dan meninggal tanpa intervensi medis."

Dia mengatakan rumah sakit di wilayah utara tidak mampu memberikan layanan medis karena jumlah orang terluka yang sangat banyak, fasilitas sudah penuh, dan mencatat bahwa para dokter bekerja berdasarkan "sistem urgensi dan prioritas" dalam merawat mereka yang terluka.

Al-Hams memperingatkan bahwa habisnya obat-obatan dan peralatan medis di semua rumah sakit di wilayah utara mengancam nyawa mereka yang berada di bawah pengepungan Israel, dan mendesak adanya intervensi untuk memasok bahan bakar ke rumah sakit.

"Israel benar-benar menghancurkan Gaza utara dan membunuh orang-orang dalam pembantaian massal," katanya.

Gaza utara, khususnya area Jabalia, berada di bawah pengepungan yang mencekik dan pemboman tanpa henti, dengan rumah-rumah dihancurkan bersama penghuninya.

Ini adalah operasi darat ketiga yang dilakukan tentara Israel di kamp Jabalia sejak dimulainya serangan di Gaza pada 7 Oktober 2023, setelah serangan lintas batas oleh kelompok Hamas Palestina, meskipun ada resolusi Dewan Keamanan PBB yang menyerukan gencatan senjata segera.

BACA JUGA: Dampak Fatal Serangan Rudal Iran ke Israel Terbongkar, Total Kerugiannya Fantastis

Menurut otoritas kesehatan setempat, setidaknya 42.500 orang telah tewas, sebagian besar adalah wanita dan anak-anak, serta lebih dari 99.500 orang terluka.

Serangan ini telah menyebabkan hampir seluruh populasi Gaza mengungsi di tengah blokade yang masih berlangsung, yang menyebabkan kekurangan makanan, air bersih, dan obat-obatan yang parah.

Israel saat ini menghadapi gugatan genosida di Pengadilan Internasional atas tindakannya di Gaza

Provokasi Israel di Kompleks Masjid al-Aqsa - (Republika)

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler