Kebijakan Zonasi Dikaji Ulang, Abdul Muti Kumpulkan Kadinas Pendidikan
Abdul Muti akan mendengar pelaksanaan kebijakan zonasi saat ini.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu’ti mengungkapkan, pihaknya akan mengundang para kepala dinas pendidikan di tingkat provinsi untuk membahas kebijakan zonasi. Pemerintah pusat akan mendengarkan terlebih dahulu tentang pelaksanaan zonasi sebelum menentukan keberlanjutan kebijakan tersebut.
“Kita akan mengundang kepala dinas pendidikan untuk nanti bertemu dengan kita. Dan kami di kementerian akan mendengarkan bagaimana sesungguhnya perlaksanaan zonasi itu di lapangan,” ucap Mu’ti kepada wartawan di Jakarta, Rabu (23/10/2024).
Upaya itu dilakukan, kata dia, karena memang selama ini masih ada persoalan-persoalan terkait zonasi. Persoalan-persoalan terkait zonasi yang Mu’ti maksud tersebut baik menyangkut regulasi maupun hal-hal teknis di lapangan, yang kerap menjadi polemik di tengah masyarakat pada saat pelaksanaannya.
“Karena ini memang sangat berkait dengan pemerintah daerah sebagai pelaksana dari zonasi itu. Tapi mungkin yang kami undang provinsi dulu. Karena kalau langsung ke kabupaten/kota mungkin terlalu banyak sehingga harapan kami para kepala dinas ini bisa memberikan masukan,” kata Mu’ti.
Meski begitu, ia menerangkan soal beberapa semangat dari kebijakan zonasi. Beberapa di antaranya, yakni mendekatkan peserta didik dengan lingkungan sosial di mana mereka berada, memberikan kesempatan pendidikan bagi anak-anak bangsa untuk belajar di lembaga pendidikan yang terdekat dengan tempat tinggalnya.
“Itu memang menjadi pertimbangan. Selain juga memang ada afirmasi-afirmasi lain yang mungkin selama ini sudah dilakukan,” kata dia.
Pada kesempatan itu Mu’ti juga menjelaskan, Kemendikdasmen ingin mendorong partisipasi publik yang disebut dengan ‘Gotong Royong Mencerdaskan Bangsa’ atau pendekatan semesta partisipatif. Pihaknya ingin agar para pemangku kepentingan di dunia pendidikan bisa lebih banyak terlibat dalam setiap kebijakan yang dibuat oleh pemerintah.
“Karena sekuat apapun pemerintah tidak akan bisa memenuhi kebutuhan pendidikan masyarakat tanpa dukungan dari masyarakat sebagai penyelenggara dan juga sebagai pengguna jasa pendidikan,” tutur Mu’ti.