Soal Tarif PPN Jadi 12 Persen, Ini Respons Toyota
Saat ini perusahaan tengah mempelajari dampak-dampak yang mungkin akan terjadi.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Presiden Direktur PT Toyota-Astra Motor (TAM) Henry Tanoto mengatakan perusahaan akan tetap menghormati keputusan pemerintah soal pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 1 Januari 2025.
“Dari kami selalu menghormati keputusan pemerintah, dan ikut ke pemerintah,” kata dia pada temu media di Jakarta, Selasa (19/11/2024).
Henry menyebut, saat ini perusahaan tengah mempelajari dampak-dampak yang mungkin akan terjadi buntut dari kebijakan tersebut.
Namun, dampak yang paling mungkin terjadi menurut Henry yakni kenaikan harga produk.
“Kalau dampak pastinya kalau kita bicara secara sederhana, kenaikan pajak berarti menaikkan harga, dalam konteks ini (harga) mobil,” ujar Henry.
“Jadi tentu saja ini akan memberikan dampak, cuma kita mesti pelajari dampaknya seperti apa terhadap kemampuan konsumen untuk membeli mobil, apakah dampaknya signifikan atau tidak,” tambahnya.
Lebih lanjut, Henry mengungkap kebijakan PPN 12 persen juga dapat berpengaruh pada target Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) untuk meraih penjualan satu juta unit roda empat pada 2025.
Ia mengusulkan pemerintah untuk membuat kebijakan-kebijakan lain yang lebih menguntungkan produsen dan juga konsumen, diiringi dengan kebijakan PPN 12 persen.
“Kita sangat berharap pemerintah juga akan ada kebijakan-kebijakan lain sehingga akhirnya membuat pertumbuhan ekonomi bisa lebih baik. Sehingga kalau itu bisa kita capai mungkin kenaikan PPN tidak memberikan dampak yang signifikan,” imbuhnya.
Diketahui, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan rencana kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 1 Januari 2025 bakal tetap dijalankan sesuai mandat Undang-Undang (UU).
Wacana PPN 12 persen tertuang dalam UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) yang disusun pada 2021.
Kala itu, pemerintah mempertimbangkan kondisi kesehatan hingga kebutuhan pokok masyarakat yang terimbas oleh pandemi COVID-19.
Sri Mulyani mengatakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) harus dijaga kesehatannya, dan pada saat yang sama, juga mampu berfungsi merespons berbagai krisis.