Sengkarut Pilkada Banjarbaru Ketika Suara tak Sah Menang, Ini Pandangan Pakar UGM

Pasangan Aditya-Said yang gagal maju Pilkada Banjarbaru bisa gugat ke MK

DPR RI
Pilkada Banjarbaru 2024 (ilustrasi)
Red: Teguh Firmansyah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar hukum tata negara dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Yance Arizona berpendapat pasangan calon Pilkada Kota Banjarbaru 2024 yang didiskualifikasi, Aditya Mufti Ariffin-Said Abdullah, masih memungkinkan untuk menggugat hasil pemilihan ke Mahkamah Konstitusi. Hal ini menyangkut sengkarut yang terjadi di Pilkada Kota Banjarbaru, Kalimantan Selatan. 

Baca Juga


"Terbuka saja kesempatan kalau dia mau mempersoalkan itu ke MK, karena itu berkaitan dengan hak konstitusinya untuk menjadi kandidat," kata Yance dalam diskusi daring bertajuk Habis Pilkada, Terbitlah Sengketa yang digelar Pusat Kajian Konstitusi, Demokrasi, dan HAM UGM sebagaimana diikuti dari Jakarta, Senin.

Menurut Yance, nantinya Mahkamah bakal menilai sah atau tidaknya diskualifikasi terhadap Aditya-Said Abdullah.

"Tentu nanti MK akan menjawab, apakah putusan KPU yang melaksanakan rekomendasi dari Bawaslu itu merupakan suatu perwujudan dari keadilan pemilu atau tidak? Bisa jadi itu dianggap sebagai suatu ketidakadilan pemilu yang bisa juga dikoreksi oleh MK," imbuh dia.

Yance pun mencontohkan MK pernah mengabulkan permohonan bakal calon peserta Pilkada Kota Jayapura 2010, Hendrik Worumi-Pene Ifi Kogoyo. Ketika itu, kata dia, MK mengabulkan permohonan dari pemohon yang bahkan belum berstatus sebagai calon kepala daerah.

"Saya mencontohkan di Papua, bakal calon dihambat-hambat untuk bisa memenuhi persyaratannya sebagai calon, itu bahkan bakal calon, ya, belum menjadi calon, tapi sebagai bakal calon dia punya legal standing juga untuk menggugat ke MK dan kemudian MK memutuskan dilakukan pilkada ulang dari awal," jelas Yance.

Di samping itu, permohonan sengketa pilkada di MK juga bisa diajukan oleh pemantau pilkada. Yance menjelaskan, pemantau pilkada harus mendapatkan sertifikasi dari penyelenggara pemilihan untuk dapat memiliki kedudukan hukum sebagai pemohon.

"Di dalam konteks di Banjarbaru, kita mesti cek juga apakah memang ada pemantau yang terdaftar pada penyelenggara pemilu sehingga dia bisa punya legal standing. Kalau itu ada, maka mereka bisa mengajukan itu ke MK," katanya.

Diketahui, KPU Banjarbaru, Kalimantan Selatan, membatalkan pencalonan pasangan calon wali kota dan wakil wali kota Banjarbaru nomor urut 2, Aditya-Said pada tanggal 31 Oktober 2024. Artinya, Aditya-Said didiskualifikasi kurang dari satu bulan sebelum hari pemungutan suara.

Aditya yang merupakan petahana Wali Kota Banjarbaru itu, beserta pasangannya, Said Abdullah, didiskualifikasi berdasarkan surat rekomendasi Bawaslu Kalimantan Selatan yang menyatakan bahwa keduanya melakukan pelanggaran administrasi.

Diskualifikasi Aditya-Said bermula dari laporan yang diajukan oleh rivalnya, yakni calon wakil wali kota Banjarbaru nomor urut 1, Wartono ke Bawaslu. Wartono melaporkan Aditya karena dugaan penyalahgunaan kekuasaan, sebagaimana diatur dalam Pasal 71 ayat (3) Undang-Undang Pilkada.

Dengan didiskualifikasinya Aditya-Said, maka calon wali kota dan wakil wali kota Banjarbaru tahun 2024 hanya ada satu pasang, yakni Erna Lisa Halaby-Wartono selaku pasangan calon nomor urut 1.

Namun begitu, pemungutan suara Pilkada Kota Banjarbaru 2024 tidak dilakukan dengan mekanisme pilkada kotak kosong. KPU menjelaskan, hal ini karena diskualifikasi dilakukan menjelang hari pemungutan suara sehingga tidak memungkinkan untuk mencetak ulang surat suara.

Oleh sebab itu, pada hari pencoblosan yang digelar pada 27 November 2024, tetap terdapat dua foto pasangan calon pada lembar surat suara Pilkada Kota Banjarbaru, yakni foto Erna-Wartono dan Aditya-Said.

Ketua KPU Kota Banjarbaru Dahtiar di Banjarbaru, Ahad (1/12) menjelaskan, berdasarkan hasil penghitungan Sirekap Pemilihan Wali Kota dan Wakil Wali Kota Banjarbaru 2024, perolehan suara tidak sah mendominasi.

Ia menjelaskan, jumlah suara tidak sah mencapai 78.807 suara (68 persen), sementara pasangan Erna Lisa-Wartono mendapatkan 36.113 suara (32 persen). Terlepas dari hasil ini, pasangan Lisa-Wartono tetap berpotensi menang 100 persen. Karena tidak ada pasangan pesaing. 

Namun begitu, Dahtiar mengimbau masyarakat untuk tidak terprovokasi. Pasalnya, kata dia, surat suara yang tidak sah itu bukan hanya karena pemilih mencoblos foto Aditya-Said, tetapi juga karena ada surat suara yang dicoblos di dua gambar pasangan, tidak sama sekali dicoblos, dicoret, bahkan ada pula dicoblos di bagian luar kolom.

"Jangan mudah terprovokasi oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab, apalagi dari orang-orang di luar penyelenggara pemilu," ucap Dahtiar.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler