Darurat Militer Korsel Berakhir, KBRI Seoul Imbau WNI Pantau Perkembangan

KBRI Seoul meminta WNI tidak berkerumun di berbagai lokasi publik.

AP
Demonstran mahasiswa menuntut pencabutan darurat militer dan pengunduran diri Perdana Menteri Shin Hyon-Hwack dan kepala Intelijen Pusat Korea Letnan Jenderal Chun Doo-Hwan, pada bulan Mei 1980
Red: Friska Yolandha

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Korea Selatan (Korsel) Yoon Suk yeol mengumumkan darurat militer di Korea Selatan terhitung Selasa (3/12/2024). Meski saat ini darurat militer sudah berakhir, Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Seoul mengimbau Warga Negara Indonesia (WNI) untuk selalu memantau perkembangan situasi terkait keadaan darurat militer tersebut.

Imbauan tersebut dikeluarkan KBRI Seoul melalui surat imbauan yang diunggah melalui laman Instagram resminya pada Selasa malam setelah ditetapkannya “Negara Dalam Keadaan Darurat Militer” oleh Presiden Yoon Suk-Yeol mulai 3 Desember 2024 pukul 23.00 KST.

“Dimohon untuk tetap tenang, senantiasa waspada, serta selalu memantau perkembangan situasi keamanan di wilayah masing-masing,” kata KBRI Seoul.

Surat yang ditujukan kepada seluruh WNI yang berdomisili di Republik Korea khususnya ibu kota Seoul dan sekitarnya. Surat tersebut turut meminta agar WNI tidak berkerumun di berbagai lokasi publik, menghindari kerumunan massa serta daerah-daerah yang menjadi konsentrasi pengumpulan massa dan/atau unjuk rasa.

“Khusus untuk kota Seoul, dimohon sebisa mungkin untuk sementara menghindari kawasan National Assembly di Yeouido, kantor Kepresidenan di Yongsan, serta lokasi strategis lainnya,” tambahnya.

WNI juga diminta untuk tidak mendekati/menonton/berpartisipasi dalam kegiatan unjuk rasa yang dilakukan oleh pihak manapun, meskipun dilakukan secara damai atau tidak ada indikasi akan terjadi bentrokan.

Kemudian, mematuhi hukum yang berlaku dan instruksi/himbauan aparat keamanan setempat, senantiasa membawa identitas/tanda pengenal, serta memperhatikan dan mematuhi Dekrit Darurat Militer yang diumumkan dan konsekuensi hukum jika melanggar Dekrit dimaksud.

Apabila menemui permasalahan, WNI dapat menghubungi KBRI Seoul melalui Hotline PWNI dengan nomor (+82-10-5394-2546), telepon: (02 2224 9000), maupun email seoul.kbri@kemlu.go.id

Adapun pada Selasa malam. Presiden Yoon Suk Yeol mengumumkan darurat militer di Korea Selatan dan menuduh oposisi melakukan kegiatan anti-negara yang mengarah ke pemberontakan.

Pasukan darurat militer pemerintah Korea Selatan yang bersenjata mengawal pemberontak yang ditangkap di Gwangju (Kwangju), Korea Selatan, pada 27 Mei 1980. Para pemberontak ditangkap setelah pemerintah merebut kembali kota yang dilanda kerusuhan tersebut. - (AP Photo/Sadayuki Mikami)

"Darurat militer ditujukan untuk memberantas pasukan pro Korea Utara dan untuk melindungi tatanan kebebasan konstitusional," kata Yoon dalam pidato yang disiarkan di televisi, Selasa.

Selang sekitar 2 jam setelah itu, anggota parlemen berkumpul di gedung Majelis Nasional dan sebanyak 190 anggota yang hadir dari total 300 anggota parlemen sepakat agar status darurat militer dibatalkan.

Yoon Suk Yeol kemudian mengumumkan pencabutan status darurat militer pada Rabu pagi waktu setempat.

Pemerintah AS yang dipimpin Presiden Joe Biden menyatakan memonitor situasi setelah Korea Selatan mengumumkan darurat militer pada Selasa.

 

"Pemerintah sedang berhubungan dengan pemerintah ROK dan memantau situasi dengan saksama," kata seorang juru bicara Dewan Keamanan Nasional AS kepada Anadolu, merujuk pada nama resmi Korsel.

Presiden Korsel Yoon Suk Yeol mengumumkan pemberlakuan darurat militer yang disebutnya diperlukan untuk "melindungi negara dari pasukan komunis Korea Utara dan untuk melenyapkan kelompok-kelompok anti-negara."

Ia mengklaim keputusan itu diambil untuk mengusir pasukan pro-Korut dari Korsel serta melindungi tatanan konstitusional liberal.

Baca Juga


Yoon mengesampingkan segala perubahan pada komitmen kebijakan luar negeri pemerintahnya untuk memenuhi tanggung jawab internasional.

Yoon, yang telah berjuang untuk mendorong agenda pemerintahnya melawan parlemen yang dikendalikan oposisi sejak menjabat pada 2022, mengatakan ia tidak punya pilihan selain mengumumkan darurat militer.

Keputusannya muncul setelah Partai Demokrat (DP), yang merupakan oposisi, meloloskan RUU pengurangan anggaran di komite anggaran parlemen dan mengajukan mosi pemakzulan terhadap auditor negara dan jaksa agung.

Setelah pengumuman tersebut, semua kegiatan politik, pertemuan, dan demonstrasi telah dilarang.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler