Tanpa Sutrah Sholat Bisa tidak Sah, Benarkah?

Sutrah dianjurkan untuk orang yang sholat sendirian atau menjadi imam.

ANTARA FOTO/Umarul Faruq
Sholat jamaah (Ilustrasi)
Rep: MgRol153 Red: A.Syalaby Ichsan

REPUBLIKA.CO.ID, Saat menunaikan sholat di masjid atau di tempat terbuka, umat Islam kerap menggunakan pembatas atau penanda yang disebut dengan sutrah. Dengan demikian, orang lain tidak lalu lalang berseliweran di depan. Sholat pun menjadi khusyuk. 

Baca Juga


Meski ada beberapa ulama yang menghukumi jika penggunaan sutrah tersebut wajib, Ustaz Ahmad Sarwat, Lc., dalam buku berjudul Bolehkah Shalat Pakai Sutrah? membahas secara mendalam hukum penggunaan sutrah dalam shalat.

Dalam pembahasan tersebut, penulis mengemukakan dalil-dalil yang mendukung pandangan bahwa sutrah hukumnya sunah, bukan wajib. Pendapat ini dianut oleh mayoritas ulama, termasuk empat mazhab besar Islam.  

Beberapa dalil yang menunjukkan tidak wajibnya sutrah antara lain hadits-hadits Rasulullah SAW yang menunjukkan praktik sholat tanpa sutrah. Dalam riwayat Abu Sa'id Al-Khudri, disebutkan bahwa Rasulullah SAW menyuruh orang yang sholat untuk mencegah orang yang hendak lewat di depannya, tetapi tidak semua orang yang sholat di masa itu selalu menggunakan sutrah. 

Hadits lain meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW pernah sholat di Mina tanpa menghadap tembok atau benda apa pun.  

رسولُ اللهِ يُصَلِّي بمنى إلى غير جدارٍ

Rasulullah SAW pernah shalat di Mina tanpa menghadap ke tembok" (HR. Al Bukhari).

Ustaz Ahmad Sarwat juga mengutip pandangan ulama klasik seperti Ibnu Hajar Al-Asqalani dan Imam Syafi'i yang menyatakan bahwa perintah menggunakan sutrah adalah pilihan, bukan kewajiban. 

Dalam kitab-kitab fiqih klasik dari Mazhab Hanafi, Maliki, Syafi'i, dan Hanbali, disebutkan bahwa sholat tanpa sutrah tetap sah. Sutrah dianggap sunah, sehingga tidak menggunakannya tidak membatalkan sholat.  

 

Seperti Mazhab Hanafi, Al-Kamal Ibnul Humam menegaskan bahwa meninggalkan sutrah diperbolehkan jika merasa aman dari gangguan orang yang lewat.

Al-Kamal Ibnul Humam (w. 861 H) di dalam kitabnya Fathul Qadir juga menegaskan :

 

ولا بأس بترك السترة إذا أمن المرور ولم يواجه الطريق

 

"Tidak mengapa meninggalkan sutrah apabila merasa aman dari orang yang lewat dan tidak menghadap ke jalan."

Mazhab Maliki juga menyatakan hal serupa, seperti yang disampaikan oleh Ibnu Abdil Bar dalam kitabnya Al-Istidzkar, Mazhab Syafi'i, Imam Nawawi dalam Raudhatu at-Thalibin menyebutkan bahwa menggunakan sutrah adalah sunnah, dan meninggalkannya tidak memengaruhi keabsahan shalat, dan Mazhab Hanbali juga berpendapat bahwa sutrah tidak wajib, sebagaimana dinyatakan oleh Ibnu Qudamah dalam kitab Al-Mughni.  

Pendapat serupa juga dikemukakan oleh ulama kontemporer dari Arab Saudi, seperti Syeikh Abdullah bin Baaz, Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, dan Syeikh Shalih Fauzan. Mereka menegaskan bahwa sutrah hukumnya sunah muakkadah, bukan kewajiban.

Dalam fatwa mereka, disebutkan bahwa sutrah dianjurkan bagi orang yang shalat sendirian atau menjadi imam, tetapi tidak wajib, apalagi bagi makmum yang cukup dengan sutrahnya imam.  

Ahmad Sarwat dalam bukunya menegaskan bahwa jumhur ulama sepakat mengenai sunnahnya sutrah. Dalil-dalil yang ada menunjukkan bahwa meskipun sutrah dianjurkan, meninggalkannya tidak berdampak pada keabsahan shalat. "Dengan demikian, umat Islam memiliki kelonggaran untuk tidak menggunakan sutrah dalam kondisi tertentu,"kata dia.

Infografis 10 Kebaikan dalam Sholat - (Dok Republika)

 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler