Menlu Suriah dan Arti Kejatuhan Rezim Assad bagi Warga
Pemerintah sementara Suriah tunjuk menteri luar negeri baru.
REPUBLIKA.CO.ID, DAMASKUS -- Pemerintah sementara Suriah menunjuk Asaad Hassan Al-Shibani sebagai Menteri Luar Negeri yang baru. Dia akan menjadi duta negara dan membangun hubungan dengan negara lain.
Demikian pengumuman Komando Umum yang saat ini mengendalikan kekuasaan. Sebelumnya, Shibani menjabat sebagai kepala urusan politik untuk administrasi sipil di provinsi Idlib, yang terletak di barat laut Suriah. Dalam peran itu, ia bertanggung jawab mengelola hubungan dengan perwakilan pemerintah dan lembaga asing, serta mengoordinasikan kerja sama dengan badan-badan PBB dan organisasi bantuan internasional.
Lahir pada tahun 1987 di Hasakah, Shibani pindah ke ibu kota bersama keluarganya dan menyelesaikan pendidikan sarjana dalam bidang Bahasa dan Sastra Inggris di Universitas Damaskus pada tahun 2009.
Ia aktif dalam pemberontakan Suriah pada tahun 2011, bergabung dengan gerakan akar rumput yang menyerukan kebebasan dan menentang otoritas rezim.
Shibani kemudian melanjutkan pendidikan pascasarjana di bidang Ilmu Politik dan Hubungan Internasional di Istanbul Sabahattin Zaim University, Turki, dan berhasil menyelesaikan gelar magisternya pada tahun 2022. Tesisnya berjudul “Dampak Pemberontakan Arab terhadap Kebijakan Luar Negeri Turki Terhadap Suriah pada 2010-2020.” Saat ini, universitas tersebut mengungkapkan bahwa Shibani tengah melanjutkan studi doktoralnya.
Rezim Bashar al-Assad yang telah berkuasa hampir 25 tahun runtuh setelah kelompok anti-rezim berhasil menguasai Damaskus pada 8 Desember, mengakhiri pemerintahan Partai Baath yang memerintah sejak 1963.
Pengambilalihan ini terjadi setelah kelompok Hayat Tahrir al-Sham (HTS) merebut kota-kota strategis dalam serangan kilat yang berlangsung kurang dari dua minggu. Bashar al-Assad dilaporkan melarikan diri ke Rusia setelah kejatuhan rezim tersebut.
Arti kemenangan pemberontak Suriah
Mantan narapidana terorisme (napiter) Iskandar alias Abu Qutaibah alias Guru Kendo alias Alex mengungkapkan kemenangan Hayat Tahrir Al-sham (HTS) di Suriah bukan berkat kerja keras mujahidin khilafah saja melainkan karena bersatunya warga Suriah yang majemuk.
Iskandar menilai bahwa saat ini di Suriah banyak faksi-faksi yang juga sedang berjuang melawan pemerintahan rezim Bashar Al-Assad.
Mereka yang berjuang bersama HTS merupakan kalangan masyarakat lintas etnis dan kelompok agama yang ada di Suriah.
Bersatunya kalangan masyarakat lintas etnis dan agama terjadi karena banyak yang menjadi korban rezim Bashar Al-Assad, salah satunya kelompok Kristen Ortodoks.
“HTS ini tidak terbentuk secara langsung, melalui proses-proses yang sangat panjang, maka terbentuk kelompok HTS. Kelompok HTS terdiri dari berbagai macam kelompok perjuangan yang ada di Suriah,” ujar Iskandar dalam siaran pers resmi yang diterima ANTARA, Jumat.
Iskandar yang aktif menjadi pembicara dalam pencegahan ekstremisme, dan radikal terorisme itu menjelaskan bahwa kondisi yang terjadi di Suriah membuat kelompok HTS menjadi cukup moderat, dan mengakomodir kelompok atau agama lain.
Menurut dia, HTS mendapatkan dukungan dari masyarakat Suriah karena memiliki tujuan untuk menggulingkan pemerintah diktator dan kejam, yaitu Bashar al-Assad.
Dia menilai hal itu juga dibuktikan dengan munculnya negara negara lain yang mulai menjalin hubungan diplomatik dengan pemerintahan baru di Suriah, seperti Inggris, Amerika, Qatar, dan Turki.
Namun Iskandar meminta masyarakat untuk berhati-hati dengan munculnya isu propaganda yang berpotensi memperluas konflik di Suriah. Hal tersebut kerap terjadi dan tidak jarang berhasil menghasut masyarakat Indonesia dalam pusaran informasi yang sesat.
“Tetapi bisa saja bahwa kelompok-kelompok ekstrem ini memanfaatkan situasi kemenangan HTS ini untuk kembali ke Suriah,” ujarnya.
Karena itu dia menilai perlu adanya forum diskusi dan seminar yang lebih banyak tentang apa yang terjadi di Suriah agar masyarakat tidak mudah sesat paham.
"Karena banyak di kalangan masyarakat yang tidak mengerti persoalan ini, dan mudah terpengaruh dengan isu-isu tentang jihad global dan pembentukan khilafah,” kata Iskandar.
"Jangan sampai narasi hijrah dan khilafah Islam di Suriah ini kembali menguat dan memperdaya masyarakat seperti munculnya ISIS,” katanya.