Celios Curiga DPR akan Langgar Putusan MK tentang Presidential Threshold
Celios sampaikan lima rekomendasi perbaikan UU Pemilu mengacu putusan MK 62/2024.
REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA — Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) 62/PUU-XXII/2024 yang menghapus presidential threshold dalam sistem pemilihan umum presiden (pilpres) mengharuskan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) merivisi Undang-undang (UU) 7/2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu).
Center of Economic and Law Studies (Celios) mengingatkan parlemen tak mengambil langkah politik kontroversial dengan mengulangi pembangkangan’ putusan MK yang menghapus ambang batas penguasaan kursi di DPR, dan suara sah nasional sebagai syarat bagi partai politik (parpol) dan gabungan parpol dalam pengusungan capres-cawapres untuk Pilpres 2029 mendatang.
Peneliti Hukum dan Regulasi Celios Muhammad Saleh mengatakan, putusan MK tentang hapusnya presidential threshold masih berpotensi dikangkangi oleh DPR sebagai pembuat UU. “Putusan MK tentang presidential threshold masih berpotensi dilanggar oleh pembentuk undang-undang dalam perevisian UU Pemilu,” begitu kata Saleh dalam siaran pers yang diterima Republika di Jakarta, Jumat (3/1/2025). Celios, kata Saleh mengingatkan pembangkan DPR atas putusan MK tersebut pernah terjadi ketika MK memutus perkara Nomor 60/PU-XXII/2024.
Putusan MK 60/PU-XXII/2024 tersebut, juga terkait dengan perubahan dengan penyesuaian syarat ambang batas minimal pencalonan kepala daerah dalam Pilkada 2024. Putusan MK tentang penyesuaian ambang batas dalam pilkada tahun lalu tersebut, berujung pada demonstrasi besar di berbagai daerah.
Kala itu, DPR berusaha mengabaikan putusan MK 60/2024 tersebut melalui perevisian UU 10/2016 tentang Pilkada dengan tetap mempertahankan klausul 20 persen perolehan suara di DPRD sebagai syarat bagi parpol maupun gabungan parpol untuk dapat mengusung pasangan calon kepala daerah.
“Pembentuk undang-undang agar tidak mengulangi upaya pengabaian putusna MK seperti yang terjadi dalam putusan MK 60/PU-XXII/2024 tentang pilkada yang banyak ditolak oleh publik,” begitu kata Saleh. Karena itu, Celios kata Saleh mengingatkan, agar DPR segera melaksanakan putusan MK 62/2024 tentang penghapusan presidential threshold tersebut melalui revisi UU Pemilu. “Pembentuk undang-undang, tidak perlu menafsirkan putusan MK tentang presidential threshold melalui langkah-langkah yang manipulatif untuk terus mempertahankan dominasi partai politik,” begitu kata Saleh.
Pada Kamis (2/1/2024) melalui putusan 62/PUU-XII/2024, MK menghapus ketentuan tentang syarat ambang batas minimal pencalonan presiden dan wakil presiden dalam Pasal 222 UU 7/2017 tentang Pemilu. Mengacu pasal tersebut, ambang batas minimal pengusungan capres dan cawapres oleh parpol atau gabungan parpol dengan penguasaan minimal 20 persen kursi di DPR, atau 25 persen suara sah nasional.
Dalam putusannya, MK menilai presidential threshold sudah tak lagi relevan dengan UUD 1945. MK pun menilai presidential threshold sudah tak sesuai dengan aspirasi bagi publik. Karena presidential threshold dinilai oleh MK telah menutup bahkan menghilangkan hak-hak konstitusional parpol sebagai peserta pemilu dalam mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden.
Atas putusan MK tersebut, Celios, kata Saleh, menyampaikan lima rekomendasi perbaikan UU Pemilu yang mengacu pada putusan MK 62/2024 tersebut. Pertama kata Saleh, agar DPR melalui perevisian UU Pemilu melaksanakan putusan MK 62/2024 dengan menjamin setiap parpol peserta pemilu berhak mengusulkan pasangan capres-cawarpes tanpa bergantung pada penguasaan jumlah kursi di DPR ataupun suara sah nasional. “Partai politik atau gabungan partai politik harus dijamin oleh UU Pemilu untuk bisa mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden,” begitu kata Saleh.
Menurut Celios, kata Saleh, DPR dalam revisi UU Pemilu, pun harus memberikan sanksi terhadap parpol yang tidak mengusulkan psangan capres-cawapres. “Partai politik yang tidak mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden akan dikenakan sanksi berupa larangan mengikuti pemilu pada periode berikutnya,” begitu kata Saleh. Celios, kata Saleh, juga mengusulkan perevisian UU Pemilu yang transparan, dan turut melibatkan partisipasi publik, termasuk partai-partai nonparlemen. “Proses perubahan ini harus menerapkan prinsip partisipasi publik yang bermakna, untuk memastikan keterlibatan yang transparan, dan inklusif,” kata Saleh.