Penjelasan Profesor Yahudi Mengapa Israel Tega Lakukan Genosida di Gaza Palestina

Israel memasuki babak akhir keberlangsungannya.

AP Photo/Majdi Mohammed
Seorang anggota pasukan Israel berjalan di samping kendaraan lapis baja saat operasi militer di kota Jenin, Tepi Barat.
Rep: Fuji Eka Permana Red: Erdy Nasrul

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Militer Israel kali ini bertindak di luar batas. Mereka melakukan genosida di Gaza Palestina. Bantuan kemanusiaan dicegah masuk. Militer terus bombardir segala bangunan di sana. Infrastruktur benar-benar hancur. Operasi militer terus berjalan menembaki siapapun yang dilihat pasukan militer.

Aksi ini mengakibatkan lebih dari 45 ribu warga Palestina wafat. Termasuk di dalamnya adalah anak-anak dan balita. Mereka mengalami kekurangan gizi dan dihantam cuaca dingin, hingga akhirnya gagal hidup.

Tak sekadar disaksikan orang Palestina dan Israel, banyak kebiadaban Israel direkam video dan dipublikasikan di berbagai platform media sosial. Ada video pendek yang menampakkan warga Palestina menggotong mayat anaknya sendiri yang sudah terbungkus kain kafan tapi masih meneteskan darah.

Sholat jenazah massal, anak-anak dan wanita Palestina menangis meminta bantuan makanan, anak-anak stunting yang akhirnya wafat karena Israel sengaja membiarkan mereka kelaparan, dan banyak lagi. Semua itu sudah terekspos sehingga diketahui banyak orang. Namun, mengapa Israel tidak malu, tidak mengakui kesalahannya?

Pertanyaan mendasar terkait hal itu, mengapa Israel tega membiarkan banyak orang Palestina wafat?

Profesor Yahudi Ilan Pappe menjawab hal itu dalam sebuah wawancara dengan al Jazeera. “Anak-anak muda termasuk semua pejabat Israel mengakses berbagai dokumentasi tersebut, tapi itu semua tidak mengubah pendirian mereka untuk menguasai Palestina dan mengusir atau membunuh mereka semua,” kata Pappe.

 

Penyebabnya adalah kurikulum pendidikan Israel yang sangat bermasalah. Sejak tahun 1999 dia sudah menyampaikan kritik tajam terkait hal tersebut. Tidak bisa anak-anak sekolah diracuni dengan kurikulum yang menyatakan orang-orang mereka lebih hebat dari bangsa lain, orang-orang terunggul, bahwa Palestina adalah milik mereka sehingga siapapun selain orang Israel tidak berhak berada di sana. Ini sangat diskriminatif dan jauh dari humanisme.

“Karena itulah mereka tega melakukan genosida. Ketika melihat bayi Palestina wafat, mereka tega mengatakan itu bagus, bagus, dan bagus...Begitulah jadinya karena mereka mau direkayasa dan diindoktrinasi semacam itu,” kata Pappe.

Profesor Yahudi tersebut menjelaskan output pendidikan mereka adalah orang-orang rasis, ekstrem, dan berbahaya yang merusak diri mereka sendiri dan orang-orang sekitarnya. Pemikiran destruktif semacam itu tertanam di hati mulai kecil hingga nanti mati.

Pappe menjelaskan, berbeda dengan orang-orang Yahudi di negara lain, seperti Amerika dan Eropa. Mereka mendapatkan kurikulum pendidikan yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, keadilan, dan kesetaraan. Mereka diajarkan supremasi hukum, menghormati orang lain, empati, dan kepeduliaan. Karena itu banyak dari mereka yang simpati kepada Palestina, meskipun ada juga sebagian dari mereka mendukung Israel.

 

“Anda perlu mendidik ulang orang-orang ini. Anda tidak bisa hanya menunjukkan sesuatu kepada mereka dan berharap hal itu akan menggerakkan mereka untuk berubah. Pendirian mereka sudah keras dan cenderung enggan mendengarkan pendapat orang lain yang menyarankan empati dan kebaikan untuk warga Palestina,” kata Pappe.

Apa yang terjadi bila genosida dibiarkan begitu saja?

Terkait permasalahan tersebut, Pappe menjelaskan siklus suatu bangsa. Awalnya tumbuh dan berkembang hingga mencapai kemajuan. Orang-orangnya berkarya dan menunjukkan kapasitas diri yang paling maksimal. Namun apabila mereka melakukan kebiadaban seperti genosida, ini berarti mereka membunuh dirinya sendiri. Segala keburukan yang dilakukan seseorang akan kembali kepada dirinya sendiri. Segala kejahatan dan kebiadaban yang dilakukan Israel akan kembali kepada Israel sendiri. Artinya, dalam waktu dekat mereka akan hancur lebur. Itu hukum alam.

Zionisme yang mewujud menjadi Israel pada 1948 telah mengalami transformasi radikal. Tak sekadar diplomasi, mereka kini menggunakan cara-cara ekstrem. Mereka adalah neozionis yang berambisi mendirikan negara yang menakutkan. Mengapa demikian? Karena mereka sudah kehabisan akal dan bernafsu melakukan berbagai kebiadaban. Tanpa mereka sadari, segala keburukan itu kembali kepada diri sendiri. Tak ada negara yang terus berusia panjang selalu jadi penguasa besar bila ditopang oleh ekstremisme dan kebiadaban. Karena itu mereka menghancurkan bangsa mereka sendiri. Mereka menghancurkan Israel yang sudah dibangun sejak lama.

Meski ditopang Amerika beserta sekutu, Israel tetap akan hancur?

Amerika sekarang dipusingkan dengan berbagai bencana dahsyat. Kemudian akan melantik pemimpin yang populis. Pemimpin ini akan lebih mengedepankan kepentingan negaranya ketimbang kawasan. Artinya, dukungan Amerika ke Israel bisa saja berkurang.

Selain itu, Amerika juga menghadapi masalah besar karena semakin meningkatkan tarif perdagangan dunia dan menekan semua negara Nato untuk meningkatkan belanja persenjataan untuk menggenjot pendapatan Amerika. Ini sesuatu yang tidak baik untuk masa depan Amerika dan Israel.

Disiksa hingga wafat

Seorang pria Palestina bernama Moataz Abu Zneid (35 tahun) dari Dura, selatan Hebron, yang telah ditahan Israel tanpa tuduhan selama lebih dari satu tahun, dinyatakan meninggal dunia di Rumah Sakit (RS) Soroka Israel pada Ahad (12/1/2025) setelah mengalami penyiksaan dan kelalaian medis oleh Israel.

Baca Juga



Sebanyak 68 tahanan Palestina telah meninggal di penjara-penjara Israel akibat penyiksaan atau kelalaian medis, surat kabar berbahasa Ibrani Haaretz menyatakan pada Ahad (12/1)

Komisi Tahanan Palestina mengatakan Abu Zneid ditahan sejak 27 Juni 2023. Dia sudah menikah dan memiliki satu anak, dan menurut keluarganya, dia tidak menderita masalah kesehatan sebelum ditangkap dan disiksa oleh Israel, dikutip dari laman IMEMC News, International Middle East Media Center, Senin (13/1/2025)

Pernyataan itu menambahkan bahwa menurut keterangan awal yang diperoleh dari salah satu tahanan yang baru-baru ini dibebaskan dari Penjara Rimon, tempat dia ditahan, kesehatan tahanan Abu Zneid tiba-tiba menjadi sangat memburuk, dan administrasi penjara dengan sengaja menunda pemindahannya ke rumah sakit. Pihak penjara Israel melakukan kejahatan medis yang sistematis terhadapnya, hingga Abu Zneid mengalami koma dan dipindahkan ke Rumah Sakit Soroka pada tanggal 6 Januari 2025. Abu Zneid yang syahid diumumkan pada malam harinya.

Ia menjelaskan, dengan syahidnya tawanan Abu Zneid dari Dura, maka jumlah syuhada dari kalangan tawanan dan tahanan di penjara-penjara Israel sang pelaku genosida dan pelaku penjajahan meningkat menjadi 55 syuhada yang identitasnya telah diketahui, data sejak Oktober 2023.

Jumlah tersebut merupakan yang tertinggi secara historis, sehingga tahap ini merupakan tahap paling berdarah dalam sejarah gerakan tawanan sejak tahun 1967.

Jumlah syuhada gerakan tawanan yang diketahui identitasnya sejak 1967 meningkat menjadi tahun 292, dengan catatan ada puluhan syuhada dari tawanan Gaza yang mengalami penghilangan paksa. Patut dicatat bahwa syuhada Abu Zneid adalah tahanan administratif kelima yang meninggal di penjara-penjara Israel sang penjajah sejak dimulainya perang pemusnahan pada Oktober 2023.

Komisi dan klub menambahkan bahwa kasus syahidnya tahanan Abu Zneid, mantan tahanan yang ditangkap lima kali, sebagian besar di bawah penahanan administratif, di mana ia melakukan mogok makan sebagai protes atas penahanan administratifnya, merupakan kejahatan baru dalam catatan sistem brutal Israel, yang telah mencapai puncaknya sejak dimulainya perang pemusnahan yang sedang berlangsung.

Mereka menekankan bahwa apa yang terjadi pada para tawanan dan tahanan merupakan bencana kemanusiaan, dan tidak lain adalah aspek lain dari perang pemusnahan, dan tujuannya adalah untuk melakukan lebih banyak lagi eksekusi, pembunuhan, dan likuidasi terhadap para tawanan dan tahanan.

Komisi dan Klub Tahanan menekankan bahwa laju peningkatan jumlah martir di antara para tahanan dan narapidana akan menjadi lebih berbahaya seiring dengan berlalunya waktu dan ribuan tahanan serta narapidana yang terus ditahan di penjara-penjara Israel, dan terpapar pada kejahatan-kejahatan sistematis, khususnya penyiksaan, kelaparan, penyerangan dalam berbagai bentuk, kejahatan medis, serangan seksual, dan pemaksaan kondisi yang secara sengaja menyebabkan mereka terjangkit penyakit-penyakit serius dan menular, di samping kebijakan-kebijakan pencurian dan perampasan yang tidak pernah terjadi sebelumnya.

Otoritas Tahanan, Klub Tahanan, dan semua lembaga terkait menyatakan bahwa Israel sang penjajah bertanggung jawab penuh atas kesyahidan mereka, dan memperbaharui tuntutan mereka agar sistem hak asasi manusia (HAM) international bergerak maju dalam mengambil keputusan yang efektif untuk meminta pertanggungjawaban para pemimpin penjajah atas kejahatan perang yang terus mereka lakukan terhadap rakyat kami, dan menjatuhkan sanksi terhadap penjajah yang akan menempatkan mereka dalam kondisi isolasi internasional yang jelas, dan mengembalikan sistem hak asasi manusia kepada peran fundamentalnya yang menjadi dasar pembentukannya, dan mengakhiri kondisi ketidakberdayaan yang menakutkan yang menimpanya sehubungan dengan perang pemusnahan, dan mengakhiri kondisi kekebalan luar biasa yang diberikan oleh negara-negara penjajah lama kepada negara Israel yang menjajah Palestina, dengan menganggapnya di atas pertanggungjawaban, dan hukuman.

Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa jumlah total tahanan lebih dari 10.400, dan data ini tidak termasuk semua tahanan dari Gaza, sementara jumlah tahanan perempuan hingga 9 Januari 2025 mencapai 85, termasuk empat tahanan perempuan dari Gaza yang identitasnya telah diketahui, anak-anak tidak kurang dari 320 anak ditahan, tahanan administratif sebanyak 3.376 termasuk sekitar 95 anak-anak dan 22 tahanan perempuan.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler