Manfaat Strategis Kampung Haji Indonesia di Saudi, Begini Penjelasan BPKH

BPKH berkomitmen mengoptimalkan dana haji untuk kemaslahatan.

BPKH
Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH).
Rep: Muhyiddin Red: Erdy Nasrul

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Durasi tinggal jamaah Indonesia di Tanah Suci selama ini dinilai terlalu lama dan membutuhkan biaya mahal, yakni 40 hari. Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) menilai, pengembangan lahan Kampung Haji di Arab Saudi menjadi kunci untuk memangkas durasi tinggal jamaah Indonesia tersebut.

Baca Juga


Pada 15 Januari 2025 lalu, BPKH turut mencari solusi untuk mewujudkan ibadah haji dengan biaya yang lebih terjangkau, tapi tetap menjaga kualitas pelayanan bagi jamaah. Hal ini dibahas dalam rapat konsultasi yang berlangsung di Muamalat Tower, Jakarta.

Dalam rapat tersebut, Pimpinan Badan Pelaksana dan Dewan Pengawas BPKH mendengarkan masukan dan diskusi bersama lembaga dan kementerian terkait. Mereka membahas berbagai tantangan dan solusi dalam penyelenggaraan ibadah haji, termasuk solusi menurunkan masa durasi tinggal agar lebih efisien, rasional dengan layanan yang meningkat sesuai amanah UU No. 34/2014.

Anggota Bidang Investasi Surat Berharga dan Emas, serta Analisis Portofolio BPKH, Indra Gunawan mengatakan, faktor utama yang membuat durasi jamaah haji Indonesia di Tanah Suci begitu lama hingga 40 hari adalah panjangnya waktu tunggu keberangkatan dan kepulangan karena terbatasnya infrastruktur di bandara Jeddah dan Madinah.

“Selain itu, tantangan lain juga muncul akibat aksesibilitas lebih dari 17 ribu pulau dan 75 ribu desa di Indonesia, serta 719 bahasa yang berbeda serta tingginya jumlah jemaah yang tidak memiliki akses keuangan memadai,” ujar Indra dalam keterangannya di Jakarta, Ahad (19/1/2025)

Belum lagi jika dilihat dari usianya, kata dia, mayoritas jamaah haji Indonesia saat ini Lansia di atas 60 tahun, dengan sebagian besar memiliki risiko tinggi (risti) kesehatan.

 

Anggota Dewan Pengawas BPKH, Heru Muara Sidik mengatakan, untuk mengatasi masalah ini tercetus ide mengembangkan lahan Kampung Haji Indonesia dan bandara alternatif. Apalagi jika ternyata dekat dengan miqat, maka akan lebih efisien.

"Mobilisasi kedatangan dan kepulangan menjadi lebih mudah-murah, aman-nyaman, saatnya bahu membahu bersama bagi terobosan ini,” ucap dia.

Sementara itu, Direktur Kelaikudaraan dan Pengoperasian Pesawat Udara Kemenhub RI, Capt. M Mauludin mengungkapkan, bandara yang ada saat ini hanya memiliki dua runway dengan kapasitas terbatas.

"Ini hanya mampu menampung ratusan penumpang per jam untuk kelaikudaraan bandara dan terminal haji ini perlu investasi lanjutan," kata dia.

Direktur Pengelolaan Dana Haji dan Sistem Informasi Haji Terpadu (SIHDU), Ramadhan Harisman mengatakan, adanya ketersediaan terminal akan dapat mengurai durasi dan mobilisasi serta meringankan konsentrasi tenaga dan layanan kesehatan yang memadai untuk mendukung kebutuhan medis jamaah haji lansia.

#BPKH Optimis

Alternatif lahan dan bandara baru dianggap memiliki posisi strategis sebagai zona hub pelaksanaan haji di masa mendatang. Indra optimis dengan dibukanya opsi lahan yang memiliki bandara dan miqat yang dekat ini, durasi haji bisa dipangkas menjadi lebih singkat.

“Sehingga berpotensi mengurangi biaya transportasi, konsumsi dan akomodasi yang pada akhirnya dapat menurunkan biaya dan layanan haji yang lebih efektif dan efisien,” ujar Indra.

Jika gagasan itu terlaksana, BPKH siap berinvestasi langsung pada ekosistem haji dan umrah, serta sektor lain seperti pertanian, pariwisata, dan kuliner serta mengajak BUMN dan UMKM tanah air bergotong-royong membangun Kampung Haji Indonesia di Saudi dengan dana BPKH.

“Upaya ini bertujuan menjadikan haji dan umrah yang mudah-murah serta aman-nyaman dengan mengoptimalkan dana umat yang dikelola BPKH saat ini sudah mencapai Rp170 triliun," jelas Indra.

Kaji bandara alternatif di Saudi

Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) turut mengkaji pengembangan lahan dan bandara alternatif di Arab Saudi sebagai langkah untuk mewujudkan ibadah haji yang lebih terjangkau.

"Untuk mengatasi masalah ini, tercetus ide mengembangkan lahan dan bandara alternatif, apalagi jika ternyata ada miqat (lokasi berganti kain dan niat berihram yang dekat)," ujar Anggota Bidang Investasi Surat Berharga dan Emas, serta Analisis Portofolio BPKH Indra Gunawan dalam keterangannya di Jakarta, Ahad (20/1/2024).

Indra mengatakan faktor utama yang membuat durasi jamaah calon haji Indonesia di tanah suci begitu lama hingga 40 hari adalah panjangnya waktu tunggu keberangkatan dan kepulangan.

Sebab, infrastruktur yang terbatas di Bandara Jeddah dan Madinah serta mesti bergantian menunggu slot kedatangan/kepulangan jamaah negara lain. Sementara slot dan infrastruktur adalah kewenangan pihak GACA (General Authority of Civil Aviation) Arab Saudi.

Dengan lamanya masa tinggal di Arab Saudi itu berpengaruh pada biaya penyelenggaraan ibadah haji. Maka, pengurangan masa tinggal menjadi salah satu opsi sesuai dengan rekomendasi Panja Haji DPR RI 2025.

"Selain itu, tantangan lain juga muncul akibat aksesibilitas lebih dari 17.000 pulau dan 75.000 desa di Indonesia, serta 719 bahasa yang berbeda serta tingginya jumlah jamaah yang tidak memiliki akses keuangan memadai," kata Indra.

 

Direktur Kelaikudaraan dan Pengoperasian Pesawat Udara Kemenhub RI M. Mauludin mengatakan bandara yang tengah dikaji ini hanya memiliki dua runway dengan kapasitas terbatas.

Selain itu, bandara yang dimaksud hanya mampu menampung ratusan penumpang per jam, sehingga untuk kelaikudaraan bandara dan terminal haji ini perlu investasi lanjutan.

"Rencana jangka pendek yang diusulkan adanya gagasan untuk optimalisasi bandara eksisting di sana dengan sebelumnya berkonsultasi intens bersama Presiden, Kementerian/Lembaga/BUMN dan pemangku kepentingan terkait guna mengalihkan sebagian jamaah haji Indonesia ke sana sehingga mengurai titik konsentrasi tidak hanya bandara di Jeddah dan Madinah," kata dia

Sedangkan untuk jangka panjang, dibutuhkan investasi bagi pembangunan bandara, terminal, rumah sakit dengan kapasitas dan fasilitas yang lebih optimal.

Adanya ketersediaan terminal akan dapat mengurai durasi dan mobilisasi serta meringankan konsentrasi tenaga dan layanan kesehatan yang memadai untuk mendukung kebutuhan medis jamaah calon haji lansia.

Direktur Pengelolaan Dana Haji dan Sistem Informasi Haji Terpadu (SIHDU) Ramadhan Harisman mengatakan alternatif lahan dan bandara baru dianggap memiliki posisi strategis sebagai zona hub pelaksanaan haji di masa mendatang.

Ia optimistis dengan dibukanya opsi lahan yang memiliki bandara dan miqat yang dekat ini, durasi haji bisa dipangkas menjadi lebih singkat.

"Sehingga berpotensi mengurangi biaya transportasi, konsumsi dan akomodasi yang pada akhirnya dapat menurunkan biaya dan layanan haji yang lebih efektif dan efisien," ujar dia.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler