Ke Indonesia, Ketua MPR Cina Ceritakan Keberagaman di Negaranya
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Majelis Permusyawaratan Politik China Yu Zhengsheng dan delegasi mengadakan lawatan ke Indonesia. Rombongan diterima secara resmi oleh Ketua MPR, Zulkifli Hasan, Senin (27/7). Yu mengungkapkan di negaranya juga ada keberagaman etnis, suku, bahasa dan agama, sama seperti di Indonesia. Meskipun begitu, semua warga Cina diperlakukan secara sama dan setara.
Bagi Yu, seluruh rakyat Cina bebas menganut agamapun namun ditegaskan kekuatan asing tak boleh mencampuri urusan agama. Dalam soal kerukunan umat, Yu mengatakan menjelang hari raya imlek seluruh tokoh ummat agama diundang makan dan di acara itu dilakukan dialog antarumat beragama.
Diakui kunjungan ke Indonesia dalam rangka untuk meningkatkan kerja sama hubungan kedua negara. Menurut dia, kerja sama kedua negara bisa terjalin karena kedua negara mempunyai isu yang sama. Yu dalam kunjungan merasa senang sebab diterima dengan ramah dan terbuka.
Sebelumnya, akhir pekan lalu, dia juga sebab sempat berkunjung ke Jawa Timur. Dia melihat Jembatan Suramadu sebagai bentuk konkret kerja sama antara Indonesia dan Cina. Proyek kereta supercepat Jakarta-Bandung sebagai proyek kedua negara juga diharapkan segera terealisasi.
Ketua MPR Zulkifli Hasan mengatakan kunjungan Yu mengatakan kunjungan Yu menunjukan hubungan Cina-Indonesia semakin baik dari waktu ke waktu di dalam berbagai bidang kerja sama. Kepada Yu, Zulkifli mengatakan tugas MPR secara hierarkhi paling tertinggi seperti melantik Presiden dan Wakil Presiden, melakukan amandemen UUD, serta melakukan sidang tahunan MPR untuk memfasilitasi laporan kinerja lembaga negara.
Selain itu, MPR bertugas mengawal konstitusi dan mensosialisasikan 4 Pilar MPR. Sosialisasi ini penting sebab Indonesia sangat majemuk. "Meski majemuk namun semua rakyat memiliki hak yang sama tak dibedakan oleh masalah suku, agama, ras, dan antargolongan. Di sini tak ada aturan yang membeda-bedakan," ujar Zulkifli.
Dicontohkan di Provinsi NTT meski mayoritas penduduknya beragama Katolik namun Ketua DPRD nya beragama Islam. Demikian pula di Jakarta, Gubernurnya seorang non Islam meski mayoritas warga Jakarta ummat Islam. Lebih lanjut diungkapkan di sini rumah ibadah berdampingan dan hal demikian hal yang biasa. Dikatakan meski rakyat Indonesia mayoritas umat Islam namun ummat Islam di Indonesia berbeda dengan umat Islam di Timur Tengah.