REPUBLIKA.CO.ID, Wabah virus corona yang kini sudah masuk ke wilayah Indonesia sangat mempengaruhi kondisi bursa saham. Perdagangan di Bursa Efek Indonesia (BEI) bahkan pernah mengalami penghentian perdagangan sementara (trading halt) akibat merosot lebih dari 5 persen.
Perencana Keuangan Tatadana Consulting Ira Puspitasari mengatakan, saat Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang turun tajam seperti saat ini masih bisa berinvestasi pada reksadana, tetapi pilihannya adalah reksadana pasar uang dan reksadana pendapatan tetap. Namun, bagi yang sudah memiliki reksadana saham, sebaiknya tidak perlu dicairkan sekarang.
“Dilihat dulu tujuan finansialnya apakah jangka pendek atau jangka panjang. Kalau memang tujuan finansialnya misalnya untuk dana pendidikan kuliah anak 10 tahun lagi dari sekarang, atau dana pensiun yang masa pensiunnya masih lama tidak perlu dicairkan sekarang,” ujar Ira.
Bagi investor pemula, ia menyarankan untuk membuat anggaran investasi bulanan mulai dari 10 persen tiap bulannya. Besaran investasi bisa ditambah seiring berjalannya waktu. “Untuk mulai berinvestasi tidak ada minimal dan maksimal yang penting adalah komitmen dan disiplin untuk melakukannya,” ujarnya.
Perencana Keuangan Tatadana Consulting Diana Sandjaja juga serupa. Menurutnya, untuk tujuan jangka panjang, reksadana masih bisa diharapkan. “Untuk jangka panjang di atas 10 tahun bisa reksadana saham. Tapi untuk diversifikasi tujuan jangka pendek di bawah 5 tahun, bisa parkir di reksadana pasar uang,” ujarnya.
Ia juga menyarankan investor reksadana untuk melakukan pembelian secara bertahap ketika harga saham di BEI sedang mengalami penurunan, tetapi pemilihan manajer investasi (MI) menjadi salah satu faktor utama keberhasilan investasi di reksadana. “Kalau yakin dengan manajer investasinya malah kesempatan menambah unit lebih banyak,” ujarnya.
Salah seorang investor reksadana saham yang juga pegawai swasta, Caesar Akbar, mengaku investasinya mengalami penurunan. “Ngaruh banget (dampak virus corona). Saya minus 4 jutaan, padahal dua tahun lalu masih plus 2 jutaan,” ujarnya.
Meski sudah ikut menanam investasi di reksadana saham sejak tiga tahun lalu, Caesar kembali menceritakan momen awalnya ikut reksadana saham. Dulu ia nekat dan agak terlalu agresif, menurut dia, baiknya dilihat dulu profil risiko untuk mengikuti reksadana. Untuk reksadana saham sendiri, risikonya memang lebih tinggi.
“Kalau saya sebagai investor reksadana yang sudah telanjur dibeli, ya didiamkan saja dulu sementara karena harga lagi turun. Sementara juga investasi bisa dialihkan ke reksadana pasar uang, emas, atau deposito juga bisa,” papar Caesar.
Menurutnya, jika periode investasinya tidak terlalu lama, baiknya ke reksadana pasar uang saja yang aman. Karena reksadana pasar uang akan naik terus, sementara reksadana saham harus berani terima risiko tinggi.
Selain pasar uang, bisa juga investasi deposito, surat berharga ritel, atau ke emas. Kemudian dari awal menerima gaji, sudah harus dialokasikan. Misalnya, gaji Rp 5 juta, maka Rp 1 juta harus dipakai investasi dan sisanya baru boleh dibelanjakan. “Kayak nabung aja sebenarnya,” ujar Caesar.
Saat ini, ia enggan juga untuk membeli lagi dan memilih mencari aman. Walaupun jika uang dia lancar, bisa saja membeli tapi yang periode jangka panjang. Kemudian diversifikasi juga penting, karena dia pun berinvestasi di P2P Lending. Bahkan, tabungan cash pun juga sangat ia sarankan untuk keperluan darurat, dan investasi baiknya untuk jangka panjang.
Salah seorang investor reksadana lainnya yang juga pegawai swasta, Paschalia Judith, memilih mendiamkan reksadana sahamnya. Judith juga tertarik untuk beralih investasi sementara ke reksadana pasar uang, sembari ia mempelajari juga bagaimana karakteristiknya.
“Sebenarnya sekarang saya wait and see saja dulu. Tapi saya agak berminat ke reksadana pasar uang yang risikonya lebih rendah dibandingkan campuran atau saham,” ujar Judith kepada Republika.
Secara umum, kata dia, dari semua produk reksadana ada aspek-aspek yang ia perhatikan, seperti, reputasi pengelola/manajer investasinya, aplikasi pembelian reksadana, dan potensi penurunan nilai reksadana dalam setahun.
“Karena tujuan investasinya adalah jangka panjang. Saat ini, saya masih investasi di reksadana saham, obligasi, dan pasar uang. Untuk berikutnya, mau mendiamkan dulu saja yang reksadana saham dan obligasi, tapi mau nambahin yang reksadana pasar uang,” papar Judith lagi.