REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rektor Institut Pertanian Bogor Arif Satria menyarankan pemerintah untuk menyiapkan stimulus khusus kepada petani dan nelayan. Stimulus itu diperlukan agar mereka bisa terus berproduksi selama masa penanganan pandemi covid-19 hingga dan masa pemulihan.
"Bagaimana melindungi petani dengan membuat jaring pengaman sosial petani dan nelayan di masa pandemi ini. Setelah masa pemulihan corona, petani butuh modal untuk menanam kembali, pembudi daya ikan juga perlu produksi lagi. Perlu ada langkah efektif untuk bisa membantu mereka," kata Arif dalam diskusi daring yang diselenggarakan di Jakarta, Ahad (19/4).
Ia mengatakan bahwa saat ini Kementerian Pertanian telah menyediakan KUR dan keringanannya pada masa pandemi ini. Namun demikian, sejumlah harga komoditas yang jatuh, seperti gabah dan ayam hidup (livebirth) membuat petani kesulitan mendapat keuntungan.
Menurut dia, dengan masalah kesejahteraan petani seperti menurunnya Nilai Tukar Petani (NTP) dan potensi turunnya harga gabah pada masa panen. Hal ini dikhawatirkan membuat petani mengalami kesulitan pada musim tanam berikutnya.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat nilai tukar petani (NTP) pada Maret 2020 sebesar 102,09 poin, atau mengalami penurunan sebesar 1,22 persen (mom) bila dibandingkan dengan bulan sebelumnya. NTP di subsektor tanaman pangan (NTPP) tercatat turun 1,30 persen mom dari 103,76 pada Februari menjadi 102,41 di bulan lalu.
Penurunan ini salah satunya disebabkan oleh penurunan harga gabah. Apalagi, pada Maret lalu sudah terjadi panen di berbagai daerah. Arif menambahkan bahwa saat ini tercatat ada sekitar 73,13 persen masyarakat pedesaan yang bergantung atau memiliki mata pencaharian di sektor pertanian. Selain itu, 60 persen kemiskinan juga terjadi di pedesaan.
"Ketiadaan kebijakan khusus sektor pertanian akan membuka laju kemiskinan di desa bertambah," kata dia.