REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi VII DPR menyetujui revisi Rancangan Undang-undang (RUU) Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba) menjadi undang-undang pada pengambilan keputusan tingkat I, Senin (11/5). Hal tersebut diputuskan dalam rapat kerja antara Komisi VII dengan Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), Kementerian Keuangan, Kementerian Perindustrian, Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Hukum dan HAM.
"Apakah kita sepakat agar RUU Minerba untuk dilakukan pembahasannya pada pembicaraan tingkat II dalam sidang paripurna DPR RI?," kata Wakil Ketua Komisi VII DPR Eddy Soeparno diikuti kata setuju peserta rapat yang hadir.
Sebanyak tujuh dari sembilan fraksi menyetujui revisi UU tentang Pertambangan Minerba untuk dibahas pada pengambilan keputusan tingkat II di Paripurna. Ketujuh fraksi tersebut antara lain PDIP, Golkar, Gerindra, Nasdem, PKB, PAN, dan PPP.
Anggota Komisi VII DPR Fraksi PDIP Dony M Oekon menjelaskan, sebagaimana amanah pasal 33 UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945 maka pengelolaan sumber daya alam harus dikuasai oleh negara. "Pengelolaan oleh negara dimaksud agar hasil benar-benar sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat," kata anggota Dony saat menyampaikan pandangan mini fraksi.
Anggota Komisi VII DPR Fraksi Partai Golkar Maman Abdurahman mengungkapkan upaya revisi UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang pertambangan minerba dilakukan agar usaha pertambangan mineral dan batubara dapat menunjang pembangunan nasional yang berkelanjutan.
Sementara itu Fraksi Partai Demokrat jadi satu-satunya partai yang menolak RUU Minerba disahkan menjadi undang-undang. Anggota Komisi VII DPR Fraksi Partai Demokrat Sartono Hutomo menilai RUU Minerba tidak tepat disahkan di tengah pandemi Covid-19.
"Di saat negara dalam keadaan genting, di saat masyarakat juga menderita akibat pandemi Covid-19, rasanya kurang tepat apabila DPR RI membahas hal-hal lain yang di luar dalam kaitannya penanganan dan pengendalian pandemi Covid-19," ujarnya.
Fraksi PKS awalnya menyetujui revisi undang-undang Minerba menjadi undang-undang dengan sejumlah catatan. Salah satu catatan Fraksi PKS yaitu terkait kewenangan daerah dalam pengelolaan minerba.
"Terkait dengan kewenangan daerah, Fraksi Partai Keadilan Sejahtera berpendapat bahwa kegiatan pertambangan mineral dan batubara merupakan salah satu urusan pemerintah yang bersifat konkruen yang menjadi wewenang pemerintah pusat dan daerah, sehingga tidak semua kewenangan pemerintah daerah dalam pengelolaan minerba dapat ditarik ke pusat," jelas Mulyanto.
Selanjutnya terkait peran Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Fraksi PKS berpendapat bahwa peran BUMN dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) perlu diperkuat dalam RUU Minerba. Hal itu agar pengelolaan tambang minerba bisa menghasilkan manfaat yang besar bagi negara. Akan tetapi seiring terjadinya dinamika di forum rapat, yaitu dicoretnya kata "secara langsung" pada pasal 112 ayat 1, PKS kemudian memutuskan untuk menarik kembali draft pandangan mini fraksi yang sebelumnya sudah diserahkan.
"Karena kami sudah menyerahkan draft kami, bisa tidak kami diberikan waktu untuk menarik kembali untuk melaporkan kepada ketua fraksi, besok kami sampaikan sikap kami," ungkap Mulyanto.