REPUBLIKA.CO.ID, SYDNEY -- Sejumlah arkeolog di Australia Barat menemukan dua situs kuno Suku Aborigin yang berusia lebih dari 7.000 tahun di dasar laut sekitar Kepulauan Dampier, pesisir barat Australia. Di dua situs itu, arkeolog menemukan ratusan perkakas batu yang dibuat oleh Suku Aborigin.
Laman reuters melaporkan, Kamis (2/7), penemuan artefak tersebut akan menambah wawasan dan pengetahuan mengenai kebudayaan dan teknologi yang dikembangkan oleh generasi pertama Suku Aborigin, kata para arkeolog, Kamis. Dua situs kuno itu mulanya berada di dataran yang kering, kemudian tenggelam ke dasar laut.
Wilayah Australia Barat lama dikenal memiliki banyak situs sejarah kuno dan tradisi pahat batu. Namun, untuk pertama kalinya arkeolog menemukan situs di dasar laut yang menyimpan banyak bukti peradaban manusia di perairan Australia.
"Kajian yang akan kami lakukan di masa mendatang adalah ... mendalami kemampuan, teknologi, cara mereka membuat perkakas ini, untuk mengetahui apakah mereka memiliki pendekatan kebudayaan berbeda dalam pembuatan perkakas yang sejauh ini belum banyak diketahui di Australia," kata seorang ahli geologi kelautan, Mick O'Leary, salah satu ketua peneliti.
Para penyelam dari UniversitasFlindersberenang sedalam 2,4 meter sampai 11 meter (sekitar 8-36 kaki) ke dasar laut di Pesisir Pilbara untuk mengambil artefak buatan Suku Aborigin. Dasar laut tempat artefak itu ditemukan mulanya adalah daratan yang kering.
Para penyelam menemukan alat potong, mesin penggiling, dan palu batu yang berusia ribuan tahun, kata seorang arkeolog, Jonathan Benjamin, ketua peneliti. "Kalian dapat membayangkan kembali kegiatan masyarakat saat itu dan bagaimana mereka menjalankan aktivitas ekonominya," kata Benjamin.
Para peneliti masih mempelajari usia pasti artefak tersebut. Sejauh ini, hasil pemeriksaan radiokarbon dan analisis perubahan kedalaman laut menunjukkan situs itu kemungkinan berumur sekitar 7.000 tahun.
Benjamin mengatakan sebagian besar artefak masih berada di dasar laut. Beberapa yang dibawa ke daratan telah difoto untuk penelitian lebih lanjut dan diserahkan ke pemilik lahan dari masyarakat adat, yaitu Murujuga Aboriginal Corporation.