REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi X DPR RI Ali Zamroni menilai sejumlah kebijakan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) perlu dievaluasi.
"Pada masa pandemi dan pembelajaran jarak jauh yang sedang dijalankan saat ini sungguh sangat disayangkan Kemendikbud mengeluarkan kebijakan yang membuat gaduh yaitu Program Organisasi Penggerak yang pembiayaannya dibebankan pada APBN," kata Ali Zamroni dalam siaran pers di Jakarta, Senin (27/7).
Zamroni mengatakan dalam Rapat Kerja Komisi X DPR dengan Mendikbud Nadiem Makarim, dinyatakan bahwa keseluruhan pembiayaan program dibebankan pada APBN yang mencapai hampir Rp 600 miliar. Menurut dia, hal itu menimbulkan ironi lantaran saat ini ada tiga organisasi besar yang telah menyatakan mengundurkan diri dalam Program Organisasi Penggerak yaitu NU, Muhammadiyah, dan PGRI.
"Yang kita telah ketahui betapa ketiga organisasi ini berkontribusi membangun dunia pendidikan di Indonesia sejak lama dan informasi bahwa tidak lolosnya beberapa organisasi yang sudah layak seperti Muslimat NU, Aisyiyah, dan IGNU," ujar dia.
Dia mengatakan semestinya yang merasa malu dan mengundurkan diri dari program tersebut adalah Sampoerna Foundation dan Tanoto Foundation bukan NU, Muhammadiyah, dan PGRI. Anggota Fraksi Partai Gerindra itu menilai cukup banyak kebijakan kontroversial yang dikeluarkan Mendikbud Nadiem sejak dilantik sampai dengan sekarang.
Dia mencontohkan beberapa kebijakan kontroversial seperti menunjuk pelaksana tugas pejabat eselon I dan II di Kemendikbud, yang berakhir dengan digantinya para pejabat-pejabat tersebut dengan pejabat baru yang membuat perlu ada adaptasi kembali dan adanya kegagapan dalam pergerakan dan penyerapan anggaran Kemendikbud yang mendapatkan teguran Presiden JokoWidodo.
Selanjutnya mengenai penghapusan Nomenklatur Pendidikan Masyarakat dan Kesetaraan yang memicu demonstrasi besar-besaran dari pegiat pendidikan non-formal yang seakan dinomorduakan. Kemudian kontroversi membayar iuran sekolah melalui Gopay, dan kerja sama Kemendikbud dengan Netflix, kebijakan pemotongan anggaran tunjangan profesi guru di satuan pendidikan kerja sama (SPK), dan aksi mahasiswa pada masa pandemi ini karena menuntut keringanan uang kuliah tunggal (UKT).
"Saat ini sudah tepat jika masyarakat dan para pendidik dari tingkat PAUD sampai dengan perguruan tinggi mengevaluasi menterinya sendiri," kata dia.
Ali Zamroni mengatakan Program Organisasi Penggerak saat ini sudah masuk dalam kategori konflik kepentingan karena Sampoerna Foundation mendapatkan Kategori Gajah sebesar Rp 20 miliar pada Program Organisasi Penggerak, sedangkan Dirjen GTK Kemendikbud Iwan Syahrir yang menandatanggani SK penetapan organisasi penggerak merupakan mantan dekan di Universitas Sampoerna.
Menteri Nadiem dan para pejabat di lingkungan Kemendikbud, menurut dia, harus dievaluasi karena pendidikan harus bebas dari segala kepentingan. "Jangan sampai ada titipan dan ditunggangi oleh kepentingan pribadi atau golongan," ujar dia.
Meski demikian, Ali Zamroni memberikan apresiasi atas adanya Program Organisasi Penggerak yang bermanfaat untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan pendidikan. Ali meminta agar badan independen SMERU yang melakukan seleksi kepada organisasi dalam Program Organisasi Penggerak tersebut bersikap transparan mengenai proses dan hasil seleksi terhadap organisasi yang lolos dalam Program Organisasi Penggerak.
“Kami apresiasi SMERU telah melakukan evaluasi dan sebaiknya hasil penilaian ini diberitahukan pada peserta untuk perbaikan ke depan. Organisasi yang tak lolos harus diberitahu kenapa tidak lolos, apa sebabnya, kekurangannya apa," kata Ali Zamroni.