REPUBLIKA.CO.ID, TALANG BERINGIN, TANGGAMUS -- Tumbuh sebagai anak petani, Wawan awalnya malas meneruskan pekerjaan orang tuanya. Ia sempat nekat mengadu nasib di laut menjadi anak buah kapal. Namun jalan nasib membawanya kembali ke kampung halaman. Di sana ia bertemu istri dan merintis usaha jual beli kopi.
Ditemui di rumahnya di kawasan Talang Beringin, Tanggamus, Lampung, Wawan bercerita bagaimana ia dan istrinya memulai usaha sebagai pengepul.
Pria berusia 35 tahun itu mengaku sepulang melaut ia menjadi petani lalu bekerja untuk adik iparnya di gudang pengepul kopi besar. Di situ ia bekerja sebagai analis. Tugasnya mengecek kondisi biji kopi saat jual beli.
Lama-lama ia dan istri tertarik meniru bisnis adiknya. Awalnya, karena belum punya modal, mereka memulai jadi perantara penjualan. Istrinya berperan sebagai pencari barang dan pembuka jaringan. Satu demi satu petani demi petani didatangi. Sementara Wawan mengantarkan dagangan ke gudang kopi besar.
"Awalnya sih saya keliling ke petani-petani. Itu tadi, dapat dua puluh lima kilo, tiga puluh kilo, lima puluh kilo kita setor ke bos (nya Wawan). Kaya gitu aja sih mengalir keliling dulu," kata Anita mengenang. "Lama-lama kebanyakan petani tahu kita di sini."
Setelah makin dikenal, usaha mereka berkembang. Pada tahun ketiga berusaha, keduanya mulai membeli kopi dengan uang sendiri. Tidak lagi tergantung pada bos untuk pembelian. Salah satu modalnya pinjam uang di bank. Mereka juga menggunakan uang penjualan hasil sawah dan kebun kopi sendiri untuk pembiayaan.
Namun, seiring waktu, konsumennya pun terus bertambah. Banyak petani yang mengenalnya mulai datang menawarkan kopi. Penawaran meningkat, tetapi saat itu modal masih kurang. Demi mengembangkan usahanya, keduanya mulai mencari pinjaman uang lagi.
"Akhirnya kita lari ke BNI. Kita pengajuan ke BNI (untuk kredit usaha rakyat/KUR). Alhamdulillah di-acc sama BNI...bantuan permodalan... Lumayan membantu usaha kita," kata Wawan.
Anita menambahkan, setelah dapat permodalan tersebut, omzet mereka bertambah. Sebelumnya per lima bulan mereka mendapat Rp 40 juta. Kini bisa mencapai Rp 50-60 juta. "Meningkatlah selama modalnya dari BNI ini. Alhamdulillah," kata Anita.
Saat ini Wawan dan Anita menatap peluang bisnis yang lebih luas. Mereka misalnya mulai melirik bisnis pengolahan kopi dan tengah merencanakan untuk membeli alatnya. Meski jalannya masih panjang, keduanya berdoa semoga itu bisa tercapai.