REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Anggota Komisi IX DPR RI Kurniasih Mufidayati menyesalkan terjadinya kasus pelarungan anak buah kapal (ABK) asal Indonesia oleh kapal berbendera China. Kali ini dua orang ABK, Daroni dan Riswan meninggal di atas kapal Han Rong 363 dan Han Rong 368. Jenazah dibuang ke laut pada 29 Juli 2020.
"Ternyata sekarang terjadi dan berulang lagi, artinya China menganggap enteng apa yang terjadi terhadap ABK asal Indonesia dan pemerintah kurang wibawa untuk melindungi nasib Pekerja Migran Indonesia (PMI)," ujar Kurniasih lewat keterangan tertulisnya, Kamis (6/8).
Pemerintah harus mengusut tuntas kasus tersebut. Ia meminta agar Pemerintah segera menerbitkan PP sebagai aturan teknis turunan dari UU No 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (PPMI).
Ia juga meminta pemerintah segera meratifikasi Konvensi ILO 188. Agar ada kemampuan hukum Internasional bagi pemerintah dalam melindungi ABK Indonesia.
"Aturan ini bukan hanya melindungi PMI yang berprofesi sebagai ABK. Jika tidak ada aturan teknis, ke depan jika ada kasus diskriminasi PMI kita akan gelagapan lagi," ujar Mufida.
Perizini untuk ABK dimintanya juga dilakukan dengan sistem satu pintu. Karena saat ini izin untuk menjadi ABK masih di bawah Kementerian Perhubungan. Sementara ada tiga kementerian yang terkait dengan kasus ABK ini yakni Kementerian Perhubungan, Kementerian Ketenagakerjaan dan Kementerian Kelautan dan Perikanan.
"Soal izin harus satu pintu agar tidak ada Kementerian atau lembaga yang kemudian saling menunggu jika ada permasalahan," ujar Mufida.
Mufida menegaskan penegakan aturan juga akan memperkecil kesempatan rekrutmen ABK secara ilegal. Rekrutmen ilegal ABK justru akan membuka tindak diskriminasi yang besar terhadap ABK asal Indonesia.
"Perlindungan terhadap ABK dimulai dari adanya aturan yang jelas dan penegakannya. Jangan sampai kejadian ini akan terus berulang dengan pola yang sama," ujar Mufida.