REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Jumeri mengatakan pembukaan sekolah di zona hijau dan kuning dilakukan dengan prosedur yang ketat. Prosedur ini mulai dari izin Gugus Tugas Covid-19, dan kepala daerah, hingga kewajiban daerah melakukan validasi dan verifikasi di lapangan.
"Nanti saat membuka tatap muka, ada risiko-risiko yang mungkin terjadi di satuan pendidikan. Kami sudah memberikan penegasan kepada kepala dinas, kabupaten, kota, dan provinsi untuk pembukaan sekolah harus seizin Gugus Tugas, kepala daerah, kemudian sekolah mengisi daftar isian," ujar Jumeri dalam taklimat media di Jakarta, Kamis (13/8).
Dia menambahkan pembukaan sekolah dilakukan dengan prosedur yang ketat. Kemendikbud juga memastikan betul pada kepala dinas bahwa tidak boleh sekadar mengeluarkan edaran.
"Tetapi meminta kepada semua satuan pendidikan mengajukan izin, kemudian izin itu permohonan izin itu divalidasi, diverifikasi di lapangan untuk memastikan bahwa satuan pendidikan siap melaksanakan layanan tatap muka dengan tetap menjaga protokol kesehatan untuk melindungi guru, peserta didik, dan keluarga sekolah," terang dia.
Saat sekolah dibuka pun, peserta didik tidak bisa masuk sekaligus dan harus secara bergantian. Standar awal 28 hingga 36 peserta didik per kelas, dibatasi menjadi 18 peserta didik untuk jenjang SD, SMP, SMA, dan SMK.
Untuk sekolah luar biasa yang awalnya lima hingga delapan peserta didik per kelas, menjadi hanya lima peserta didik per kelas. Jenjang PAUD standar awal 15 menjadi lima peserta didik per kelas.
Begitu juga jumlah hari dan jam belajar juga akan dikurangi, dengan sistem bergiliran rombongan belajar yang ditentukan masing-masing satuan pendidikan sesuai dengan situasi dan kebutuhan. "Jam belajarnya pun tidak sebanyak jam belajar di sekolah sebelumnya, hanya kira-kira empat jam," tambah dia.
Jika sekolah di zona kuning dan hijau kembali dibuka, maka harus menerapkan protokol kesehatan yang ketat. Jarak antarpeserta didik 1,5 meter, tidak ada aktivitas kantin, tempat bermain, maupun aktivitas olah raga.
"Melalui pembelajaran tatap muka ada interaksi antara siswa dan gurunya. Siswa dapat berkonsultasi dengan gurunya," katanya.
Kemendikbud juga menyarankan pemerintah daerah memberikan bantuan jika ada peserta didik yang kesulitan transportasi. Kendati demikian, lanjut Jumeri, jika orang tua yang memiliki keterbatasan tidak bisa mengantar anaknya maka disarankan untuk menempuh pembelajaran jarak jauh.
"Termasuk apabila ada orang tua yang belum punya keyakinan melepaskan anaknya ke sekolah, maka tetap diizinkan untuk belajar di rumah dan sekolah akan melayani anak-anak yang seperti ini," katanya.
Saat ini, jumlah yang masih belajar dari rumah sebanyak 7.002 sekolah, sedangkan yang sudah pembelajaran tatap muka sebanyak 1.410 sekolah.