REPUBLIKA.CO.ID,
Oleh: Irfan Junaidi
Pemred Republika
Masih pentingkah jurnalisme dan media massa dalam situasi banjir informasi seperti sekarang ini? Semua orang bisa dengan mudah mengakses sumber-sumber informasi. Setiap orang juga bisa menjalani peran sebagai seorang jurnalis. Perkembangan teknologi telah memberi kemudahan kepada semua pihak untuk menjadi bagian dari penyalur arus deras informasi bagi masyarakat.
Platform media sosial sudah cukup efektif bekerja menjadi jalur penyebaran informasi secara luas. Tidak perlu banyak persyaratan untuk bisa menjadi pemilik akun platform tersebut. Tinggal register, setor data diri, lalu siapkan nama akun dan kata sandi untuk bisa mengaksesnya, maka kita semua bisa menjalankan fungsi sebagai penyalur informasi bagi khalayak.
Berbeda dengan zaman lampau, perlu prosedur dan perangkat yang mahal untuk bisa menjadi saluran penyampai informasi yang luas bagi masyarakat. Selain itu juga perlu izin khusus dari pemerintah. Karena itu tidak banyak pihak yang bisa atau sanggup menjalankan fungsi tersebut. Dalam situasi ini, media massa menjadi pemegang penuh kendali informasi bagi masyarakat.
Tapi sekarang bagaimana? Situasinya sudah berubah. Informasi tidak lagi menjadi monopoli media massa. Banyak pihak bisa menjadi sumber informasi. Deras sekali informasi yang sekarang mengalir di masyarakat. Bisa dikatakan, tiap hari publik mengalami banjir informasi. Problemnya, informasi yang membanjiri publik ini tidak seluruhnya valid, dan juga tidak seluruhnya diperlukan.
Melihat kenyataan seperti ini, kehadiran jurnalisme dan media massa menjadi esensial untuk dieksplore secara maksimal. Jurnalisme punya alat ukur yang teruji untuk memastikan kebenaran informasi. Karya jurnalisme yang tidak disiplin menerapkan alat ukur ini, akan terjebak pada penyampaian informasi yang keliru. Kekeliruan dalam produk jurnalistik, mungkin sekali terjadi.
Namun sesungguhnya dalam jurnalisme, alat ukur untuk memastikan kebenaran itu sudah tersedia dan disusun berdasar pengalaman panjang. Alat ukur kebenaran ini juga sudah teruji oleh perjalanan dan sudah ditempa oleh berbagai ragam sejarah peradaban manusia. Sehingga keberadaannya sangat bisa dipertanggungjawabkan.
Apakah di plaform lain tidak ada alat uji kebenaran? Tentu saja ada, meski belum tersistematisasi sebaik platform jurnalisme. Platform-platform media sosial mulai menjalankan pola pengecekan kebenaran, namun hasilnya belum seakurat platform jurnalisme. Informasi tidak akurat, palsu, juga berita bohong yang sengaja disebar, masih mudah ditemui di akun-akun media sosial. Dan pertanggungjawaban atas tersiarnya informasi tidak valid ini pun masih belum jelas.
Dengan demikian, jagad jurnalisme ini perlu sekali dijaga untuk menjadi pengimbang dan panutan dalam era banjir informasi ini. Problemnya di era teknologi seperti saat ini, kebenaran produk jurnalisme seringkali kalah populer dibanding informasi yang mengalir tanpa melalui pengujian kebenaran. Informasi pemburu perhatian publik jauh lebih populer dibanding informasi yang mengedepankan kebenaran dan unsur-unsur urgen lainnya.
Pola kerja mesin yang bernama algoritma pun menjadi jauh lebih powerfull dibanding mekanisme pengujian informasi ala jagat jurnalisme. Ketaatan pada pola kerja algoritma akan jauh lebih mudah menarik perhatian publik, dan secara tidak langsung mendatangkan lebih banyak revenue, dibanding informasi valid yang tidak taat pada pola kerja mesin.
Situasi seperti ini pun terkadang menggoda lembaga-lembaga jurnalisme untuk larut pada pola kerja mesin dan melupakan hal-hal substansial. Tentu ini mengundang keprihatinan tersendiri. Perlu ada kesadaran bersama para institusi jurnalisme untuk taat pada kaidah jurnalisme, dan tidak lebih memilih tunduk pada pola kerja mesin yang menjanjikan penghasilan melalui iklan-iklan programatiknya.
Kepentingan publik adalah hal utama yang harus diperjuangkan dalam kerja jurnalisme. Karena memang ada unsur public goods juga dalam produk atau karya jurnalisme. Seperti halnya barang publik yang lain (udara yang bersih, mata air, lingkungan yang lestari, dan sejenisnya), eksistensi jurnalisme dan institusinya juga menjadi tanggung jawab bersama.
Perkembangan teknologi yang memudahkan hadirnya platform informasi adalah tantangan bagi eksistensi jurnalisme. Raksasa-raksasa yang berkuasa penuh atas teknologi digital, melibas para penyedia konten jurnalisme. Dengan kekuatan dan kekuasaannya terhadap teknologi, mereka mendapat banyak kemudahan untuk merangkul simpati khalayak. Sementara para pemilik konten sekarang tidak bisa menjangkau langsung khalayaknya dengan maksimal.
Beberapa negara menjalankan proteksi terhadap para pencipta konten jurnalisme untuk punya daya tawar yang bagus terhadap para penguasa jagat teknologi. Mereka memaksa raksasa teknologi ini untuk membuat pola pembagian yang fair. Sebagian negara bahkan membuat blokade yang kuat agar swasembada teknologi dan kualitas informasi bagi publik bisa tetap terjaga. Namun banyak negara yang dibuat tidak berdaya oleh para raksasa yang kerap disebut over the top (OTT) itu.
Kini, hadirnya pandemi menjadi tantangan berikutnya yang juga tidak mudah untuk dikelola oleh institusi jurnalisme di seluruh dunia. Sebagian media massa memilih untuk mengakhiri layanannya. Sebagian lain berusaha terus bertahan untuk bisa melayani publik. Keberadaan unsur public goods semestinya bisa menjadi landasan bagi institusi-institusi publik seperti eksekutif maupun legislatif dalam pemerintahan untuk lebih peduli akan kelangsungan hidup lembaga jurnalisme.
Sebagai platform berita online pertama di Tanah Air, republika.co.id atau bisa disebut Republika Online bertekad terus untuk bisa melayani publik dengan karya jurnalisme yang valid dan menyehatkan publik. Meski tantangan untuk menjalankan tekad tersebut tidaklah mudah, Republika Online akan terus pada jalur tersebut.
Dukungan dari para pembaca, mitra, juga pemangku kepentingan lainnya, menjadi unsur penting yang menguatkan portal ini untuk tetap menjalankan tugasnya. Kami sangat berterima kasih atas dukungan yang selama ini diberikan kepada Republika Online.
Di usianya yang menginjak 25 tahun, Republika Online telah menjalani banyak transformasi untuk terus meningkatkan layanan bagi publik. Karya-karya jurnalisme yang dipersembahkan, akan terus diikhtiarkan bisa memberi solusi bagi kemajuan masyarakat dan bangsa ini. Dirgahayu Republika Online yang telah mewarnai jagat virtual sejak 17 Agustus 1995.