Kamis 27 Aug 2020 15:24 WIB

Hijrah Seperti Nabi

Hijrah mendorong semangat perubahan masyarakat menuju kehidupan yang lebih baik.

Red: Karta Raharja Ucu
Hijrah, ilustrasi

Menelisik makna hijrah dari kesejarahannya pada masa Nabi Shalallahu Alaihi Wassalam atas kehidupan aktual kita masa kini, dapat mendorong semangat perubahan masyarakat menuju kehidupannya sebagai umat yang lebih baik (khair umah). Keadaan ini dapat bercermin secara sosio-antropologi dari fenomena sejarah Madinah dengan prinsip-prinsip kehidupan masyarakatnya yang dibangun oleh Nabi selama lebih kurang sepuluh tahun.

Pertama, pembangunan Madinah dilakukan atas prinsip al-ikha (persaudaran) antara dua kelompok besar, Muhajirin dan Anshar, pada masanya terjalin dalam pembentukan keluarga, kerjasama ekonomi, dan dakwah. Kehidupan mereka juga dikembangkan dalam prinsip al-musawwa (persamaan), terutama atas kesamaan beriman berdasarkan prinsip tauhid. Semangat hijrah pada masa itu berhasil mempersaudarakan muslim dalam satu keimanan, yang terbebas dari perbedaan kelompok serta kecenderungan sifat dan perilaku syirik.

Prinsip demikian mengalami perubahan sesudah periode Nabi hinga masa kita dewasa ini. Antara lain disebabkan suburnya pertumbuhan aliran-aliran keagamaan, yang pada gilirannya melahirkan kelompok aliran (firqah-firqah) dalam Islam. Karena itu semangat hijrah sekarang mesti dikembangkan atas prinsip "bersatu tetapi tidak harus sama, dan bersama tidak harus sepandangan". Persatuan mesti dibangun berbasis keimanan tauhid, tetapi atas kesediaan semua pihak untuk saling mengerti, saling memahami dan saling menenggang rasa.

Sejarah menunjukkan Madinah berkembang dalam kehidupan masyarakat yang beragam. Bukan saja umat Muslim yang terdiri dari dua kelompok tersebut di atas, melainkan di sana juga terdapat kelompok sosial beragama Nasrani dan Yahudi. Untuk ini Nabi membangun Madinah atas prinsip al-tasammuh (toleransi) yang dikembangkan dengan prinsip al-tasyawwur (musyawarah). Karena itu, meskipun kepemimpinan Nabi Muhammad berlaku atas otoritas teokrasi, tetapi beliau Shalallahu Alaihi Wassalam juga tidak mengabaikan kedaulatan rakyat.

Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wassalam memberikan kemerdekaan individu, kebebasan beragama, hak sebagai warga sosial dan negara. Sebagaimana kehidupan sosial-politik yang diatur dalam Piagam Madinah, secara garis besar berkenaan dengan prinsip-prinsip keadilan, kesetaraan sosial, hukum, dan ekonomi, perlindungan negara terhadap warga negara, dan hak serta kewajiban warga negara.

Sejarah serupa ditunjukkan dalam hijrah kemerdekaan Indonesia, yang kini diperingatinya yang ke-75 pada 17 Agustus 2020. Diketahui negara merdeka ini adalah bentuk hijrah dari masa kolonial, yang kemerdekaannya itu juga dikembangkan berdasarkan Pancasila dengan prinsip keyakinan kepada Tuhan, nasionalisme, humanisme, demokrasi, dan keadilan sosial. Khususnya tentang sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa yang sejatinya adalah prinsip keagamaan dan kebebasan beragama, kini mesti dihijrahkan maknanya menjadi "merdeka beragama". Artinya agama berfungsi independen sebagai landasan etik terhadap implementasi sila-sila lainnya dari Pancasila itu, dan dilakukan oleh setiap kelompok agama. Bahkan merdeka beragama yang sesungguhnya adalah bukan sebatas menyangkut segi-segi lahiriah keagamaan, melainkan jauh penting lagi adalah berdasarkan segi-segi batiniah atas segala perilaku bangsa yang merdeka ini.

Sementara itu, semangat kemerdekaan tersebut juga menemukan relevansinya dengan prinsip-prinsip al-ta’awwun (tolong menolong) dan prinsip al-’adalah (keadilan) pascahijrah Nabi Shalallahu Alaihi Wassalam di Madinah. Bahkan sangatlah berarti bagi penanggulangan sosial dalam suasana pandemi sekarang.

Dalam konteks ini khususnya, negara melindungi dan menjaga keadilan sosial masyarakat. Nilai agama menyeimbangkan hal tersebut dengan ajaran moral untuk toleransi, bergotong-royong, saling berbagi dan berpeduli sosial mengatasi berbagai kesulitan masyarakat, yang dilakukan dengan pemberdayaan zakat, sedekah, infak, serta bentuk kedermawanan lainnya.

Semangat hijrah sekarang diharapkan dapat menumbuhkan optimisme, syukur, dan sabar, seperti halnya semua itu juga telah menjadi menjadi jiwa para pejuang kemerdekaan Indonesia dan para para pejuang penanggulangan wabah Covid-19. Masih sangat relevan apa yang disampaikan Ali bin Abi Thalib radhiyallahu anhu untuk penyemangat kita sekarang. Ali radhiyallahu anhu berkata, "Bukanlah kesulitan yang membuat kita takut, tetapi ketakutanlah yang membuat kita sulit. Maka jangan pernah mencoba untuk menyerah, dan jangan pernah menyerah untuk mencoba. Lalu jangan katakan kepada Allah, ‘aku punya masalah’. Tapi katakanlah kepada masalah, ‘aku punya Allah Yang Maha segalanya’”.

Semoga bermanfaat.

-- Yogyakarta, 17 Agustus 2020

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement