Friday, 6 Jumadil Awwal 1446 / 08 November 2024

Friday, 6 Jumadil Awwal 1446 / 08 November 2024

Perludem: Kebutuhan Perppu Pilkada Mendesak 

Sabtu 03 Oct 2020 13:34 WIB

Rep: Febrianto Adi Saputro/ Red: Ratna Puspita

Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini

Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini

Foto: Republika/Mimi Kartika
Perppu perlu atur sanksi pelanggar protokol kesehatan dan inovasi pemungutan suara.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraeni menilai kebutuhan terkait hadirnya Peraturan Pengganti Undang-undang (Perludem) pilkada mendesak. Hal tersebut menyusul keputusan pemerintah tetap melaksanakan pilkada serentak 9 Desember 2020.

"Ada kemendesakan yang harus direspons dengan segera oleh pemerintah, kebutuhan terhadap Perppu adalah kebutuhan obyektif kita ketika pilkada sudah diputuskan," kata Titi dalam diskusi virtual, Sabut (3/10).

Baca Juga

Titi menjelaskan, Perppu pilkada perlu mengatur dua hal. Pertama, soal sanksi tegas bagi pelanggar protokol kesehatan.

Kedua, inovasi pemungutan suara di tengah pandemi Covid-19. "Termasuk kalau juga kita berencana menerapkan rekapitulasi suara elektronik," kata dia.

Ia mengatakan, rekapitulasi suara elektronik akan mengurangi kerumunan massa baik penghitungan rekap suara di tingkatan kecamatan maupun di tingkat berikutnya seperti kabupaten/kota. "Itu kurang cukup kalau hanya mengandalkan PKPU karena ada skema hukum terkait dengan penegakan hukum yang harus diatur," ujanya.

Dalam konteks pencegahan dampak penyebaran covid-19, Titi menilai perlu ada koordinasi antara lembaga pemilu dan penegakan hukum dalam mengatur protokol kesehatan. Jangan sampai ada pendikotomian bahwa hal tersebut merupakan ranahnya pilkada sehingga aparat penegak hukum tidak bisa mengintervensi. 

"Sebenarnya polisi masih bisa untuk melakukan perannya terkait dengan undang-undang wabah penyakit menular ataupun kekarantinaan kesehatan karena sesungguhnya tidak ada pilkada pun mereka menegakan itu, contoh (kasus) wakil ketua DPRD Tegal," tuturnya.   

Menurutnya, hal tersebut tidak bertentangan dengan undang-undang pilkada dan Peraturan KPU, sebab di dalam PKPU dalam hal memberikan sanksi tertulis dan pembubaran merupakan otoritasnya Bawaslu. Kalaupun sampai dilakukan sanksi pembubaran, ia menambahkan maka Bawaslu juga harus dilakukan berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait yang punya otoritas. 

"Tetapi dia tidak menyentuh sama sekali kewenangan dari pihak lain yg sebenernya itu adalah the existing power yang sudah tersedia," ucapnya.

Titi mengingatkan agar perbaikan soiliditas koordinasi dan juga kesepahaman dalam melakukan aksi di lapangan perlu diperkuat. Sebab, menurutnya, masa kampanye masih ada sekitar dua bulan lebih.

"Di masa yang panjang ini, apalagi ada 94 daerah itu head-to-head, berhadap-berhadapan kampanyenya, jangan sampai kemudian menjadi trigger untuk melakukan pelanggaran karena makin hari makin dekat dengan hari-H pemungutan suara, itu yang juga harus dilakukan terkait eksekusi tindakan dari para pihak di lapangan," jelasnya.

 
 

BERITA LAINNYA

 
 
 
Terpopuler