REPUBLIKA.CO.ID, oleh Asma Nadia*
Saya tidak tahu kepada siapa harus berterima kasih. Apakah kepada Tuan dan Puan yang mewakili anak negeri, atau penguasa negeri, atau terhadap mereka yang mengeruk uang di negeri ini?
Terperangah kami, menyaksikan kehebatan Tuan dan Puan dalam menentukan prioritas.
Ketika pandemi menjadi sorotan dunia dan upaya merendahkan lajunya serta mengatasi krisis ekonomi yang menyertainya -menempati prioritas utama di berbagai negeri, Tuan dan Puan justru berhasil menciptakan kerumunan dalam jumlah besar. Sukses 'memaksa' ratusan ribu mahasiswa, adik-adik pelajar, buruh dan aktivis terjun dalam aksi besar-besaran di puluhan kota, ketika seharusnya mereka menghindari keramaian.
Sungguh mengagumkan bagaimana keputusan yang Tuan dan Puan hasilkan, sanggup menggiring putra-putri bangsa melakukan aktivitas yang membuat mereka berpotensi terpapar corona dan beresiko kematian pada usia sangat muda.
Harusnya mereka 'belajar' pada Tuan dan Puan yang piawai menjaga jarak dari pendapat. opini dan himbauan dari para akademisi, tokoh masyarakat, mahasiswa, serta rakyat yang peduli.
Lebih hebat lagi, sekalipun telah memprediksi gelombang besar akan terjadi, Tuan dan Puan tetap mengabaikan cuitan, tulisan, himbauan, protes, poster, foto, yang mengalir deras dari berbagai kalangan, maupun media.
Jika boleh bertanya, dimana Tuan dan Puan membeli peredam bunyi yang benar-benar menutup sempurna dengung suara sekitar, hingga bisa tetap tidur nyenyak, makan enak dan hidup nyaman, saat ratusan ribu anak muda memperjuangkan nasib dan masa depan mereka yang terancam. Di mana pula Tuan Puan memperoleh kacamata berkualitas istimewa yang sanggup menutup pandangan dari hal-hal yang tak disukai, meski ia merupakan fakta yang nyata.
Keberhasilan Tuan dan Puan meremas puluhan undang-undang, dan ratusan peraturan menjadi produk hukum hampir seribu halaman dalam tempo singkat, mengingatkan saya pada dongeng Loro Jonggrang dan seribu candinya.
Saya gagal paham kapan dan bagaimana tuan-puan mencerna lebih dari 70 undang-undang, sekitar 497 peraturan pemerintah, ratusan peraturan Presiden dan peraturan daerah terkait, dalam waktu sedemikian singkat. Belum lagi menjelajahi aneka referensi serta melakukan sinkronisasi, apalagi di masa pandemi.
Kemampuan fokus menyelesaikan tujuan dalam waktu sesingkat-singkatnya sungguh mengundang ketakjuban. Sedemikian kuat tekad untuk menuntaskannya hingga tuan dan puan bahkan rela mengabaikan tugas-tugas legislasi yang lain, memaksakan diri bertugas di tengah pandemi, saat pemerintah mengkampanyekan bekerja dari rumah.
Determinasi Tuan-Puan untuk mengebut penyelesaian rancangan undang-undang ini demikian tinggi. Sekalipun pengeras suara sesama anggota mendadak mati ketika sedang bicara, keputusan berjalan terus tanpa peduli. Bahkan ketika sebagian anggota tidak setuju dan walk out, Tuan-Puan tetap teguh pendirian, melabrak tata acara dan aturan yang disepakati bersama serta prinsip-prinsip demokrasi maupun transparansi. Bukankah kesepakatan yang berawal dari perbedaan pendapat adalah syarat utama untuk mendapatkan hasil hasil terbaik? Jika pada kolega sendiri seperti itu, apalah lagi pada rakyat jelata seperti kami?
Tuan-puan pun jeli sekali, memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan. Saat segenap warga bangsa berjuang mengatasi pandemi dan krisis ekonomi, Tuan-Puan memanfaatkan suasana sulit ini untuk menggolkan undang-undang yang kompleks dan kontroversial. Kesulitan yang kita hadapi bersama kemudian dijadikan alasan untuk tidak mengundang para pemangku kepentingan terkait, padahal suara mereka harus didengar. Kalaupun ada yang diundang, tak jarang hanya formalitas belaka. Sebab apa-apa yang disepakati bersama mereka, kemudian diingkari.
Terakhir perkenankan saya menyampaikan apresiasi atas prestasi Tuan dan Puan menyatukan negeri. Sebab keputusan yang tergesa diproses dan ditetapkan ini telah membangunkan kepedulian banyak pihak, termasuk generasi Z dan K-poppers hingga berani bersuara demi menjaga negeri dan masa depan mereka sendiri. Tidak berhenti di sana, Tuan Puan pun berhasil menyatukan berbagai ormas, profesi, bahkan agama untuk serentak menentang kebijakan yang telah disahkan.
Izinkan kami mendoakan agar Allah mengetuk hati nurani. Masih teringat bagaimana Tuan-Puan dulu merayu kami setengah mati demi memperoleh suara, agar bisa duduk di kursi yang terhormat. Semoga Allah membukakan mata dan telinga Tuan dan Puan agar mampu melihat serta mendengar jeritan seluruh negeri.
Maafkan kami yang tak menyampaikan doa ini secara langsung, sebab tak menemukan jejak tuan dan puan yang sedemikian cepat menghilang, setelah palu diketukkan.
Semoga tuan-puan sempat bertobat, sebelum ajal merapat. Sebelum dimintai pertanggung jawaban atas nyawa anak-anak muda yang terkapar penuh luka, juga bagi lebih dari 1000 putra bangsa yang diamankan. Sulit membayangkan jumlah sebanyak itu dikumpulkan tanpa berdesak-desakan – hingga mereka kian rentan disergap virus corona. Terpikir dalam keprihatinan apakah masing-masing mereka disediakan masker saat diamankan?
Mereka menyabung nyawa demi masa depan, yang Tuan Puan cederai demi ilusi investasi yang digadang-gadang lewat aturan ini.