REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, Arief Budiman, mengatakan, Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap) dipersiapkan selama satu tahun untuk menjadi instrumen rekapitulasi hasil penghitungan suara resmi di Pilkada 2020. Namun, menurut dia, apabila ada perbedaan data dalam Sirekap, sertifikat penghitungan manual tetap dijadikan dasar penetapan hasil perolehan suara.
"Ketika kita sudah mengatakan kesimpulan A maka kalau ada perbedaan, sertifikat penghitungan manual itulah yang lebih dijadikan dasar," ujar Arief dalam rapat bersama Komisi II DPR RI, Kamis (12/11).
KPU pun sudah mengatur mekanisme apabila terdapat keberatan dari saksi atau pengawas pemilu terhadap proses rekapitulasi suara dengan aplikasi Sirekap. Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) wajib menjelaskan prosedur dan/atau memeriksa selisih rekapitulasi hasil penghitungan suara yang tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
Pembetulan atau koreksi dilakukan dengan cara mencoret angka atau kata yang salah dengan dua garis horizontal kecuali pada bagian salinan jumlah perolehan suara. Dengan demikian, kata Arief, proses rekapitulasi suara dengan Sirekap masih membuka ruang keberatan para pihak.
Arief pun mengatakan, landasan hukum penggunaan Sirekap memenuhi peraturan Undang-Undang tentang Pilkada. Berdasarkan saran dan masukan dari berbagai ahli hukum, Sirekap dapat diterapkan karena undang-undang memungkinkan penggunaan teknologi informasi dalam proses pemilihan.
"Ini berdebatnya panjang dan berkali-kali, hingga KPU sampai pada kesimpulan ini dasar hukumnya cukup kemudian kami kerjakan teknis sistemnya," kata Arief.
Ia menyebutkan, simulasi penerapan Sirekap pun sudah dilakukan di 746 tempat pemungutan suara (TPS) yang tersebar di 309 kabupaten. Bahkan, KPU sudah menjadwalkan simulasi lanjutan dengan keterlibatan jumlah TPS yang lebih banyak pada 21 November 2020 nanti.
"Jadi TPS-TPS itu punya koordinat-koordinat yang sudah kita bikin semua. Jadi nanti berdasarkan TPS yang sudah punya kode itulah yang bisa mengirim hasil penghitungannya," tutur Arief.
Namun, Sirekap tidak bisa diwujudkan menjadi instrumen rekapitulasi hasil penghitungan suara resmi pada Pilkada 2020. Komisi II menegaskan, hasil resmi penghitungan dan rekapitulasi suara pilkada serentak tahun ini berdasarkan berita acara dan sertifikat hasil penghitungan dan rekapitulasi manual.
Sirekap yang akan diimplementasikan di Pilkada 2020 pun hanya bersifat uji coba. Sirekap tidak menjadi instrumen rekapitulasi hasil penghitungan suara resmi, melainkan hanya sebagai alat bantu penghitungan dan rekapitulasi yang berfungsi sebagai media publikasi.
Dengan demikian, KPU pun diminta merevisi sejumlah ketentuan dalam rancangan perubahan PKPU tentang pemungutan dan penghitungan suara maupaun PKPU rekapitulasi suara. Arief mengatakan, KPU secepatnya akan melakukan pembahasan dan harmonisasi dengan Kementerian Hukum dan HAM.
"KPU butuh kecepatan juga karena kan ini ditungu banyak pihak. Mungkin minggu depan kita sudah lakukan pembahasan bersama Kementerian Hukum dan HAM untuk harmonisasi," kata Arief.