REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Sebuah studi baru mengungkapkan, banjir dengan proporsi yang tak terbayangkan sempat melanda Planet Mars sekitar 4 miliar tahun lalu. Hal itu diidentifikasikan oleh peneliti setelah mencari bukti kehidupan di Planet Merah itu. Penelitian dilakukan oleh ilmuwan dari Jackson State University, Cornell University, Jet Propulsion Laboratory, dan University of Hawaii
"Kami mengidentifikasi megaflood untuk pertama kalinya dengan menggunakan data sedimentologi terperinci yang diamati oleh penjelajah Curiosity," kata Alberto G. Fairén, ahli astrobiologi tamu di Sekolah Tinggi Seni dan Sains dan salah satu penulis penelitian mengutip sputnik news Kamis (26/11).
Berdasarkan pemaparannya, wahana penjelajah Curiosity melihat fitur berbentuk gelombang raksasa di Kawah Gale yang sering disebut "megaripples". Menurut penelitian, “megaripples” ini adalah tanda bahwa banjir besar pernah menyapu Kawah Gale di ekuator Mars.
Dia menambahkan, deposit yang ditinggalkan oleh mega floods sebelumnya tidak diidentifikasi dengan data pengorbit. Temuan itu disimpulkan oleh peneliti setelah memeriksa data dari penjelajah Curiosity, yang telah mempelajari permukaan Planet Merah sejak tahun 2012.
Penjelajah tersebut, memang secara khusus mempelajari Kawah Gale dan lapisan sedimennya. Dalam prosesnya, pemeriksaan fitur geologi yang digunakan, adalah cara untuk melakukan perjalanan ke masa lalu dan melihat bagaimana air, angin, dan hal-hal lain memengaruhi planet ini.
Pertanyaan Dasar
Para peneliti masih mencari bagaimana semua air tersebut bisa muncul di Mars. Hingga kini, mereka masih menyimpulkan, penyebab paling mungkin dari banjir besar itu adalah panas yang dipicu oleh meteorit yang menghantam Planet Merah.
Jika panas mencairkan es di Mars, tabrakan meteorit mengakibatkan pelepasan karbon dioksida dan metana dari reservoir beku planet tersebut. Gas-gas ini pada gilirannya mengakibatkan kondisi hangat dan basah di Planet Merah, dan menciptakan hujan lebat, yang mungkin terjadi di setiap bagian Mars.
Menurut Fairen, penelitian tersebut menunjukkan bahwa pada masa-masa awalnya, Mars memiliki kondisi yang mendukung keberadaan air cair di permukaan. "Jadi Mars awal adalah planet yang dapat dihuni. Apakah itu dihuni? Itu adalah pertanyaan yang akan dijawab oleh Perseverance penjelajah berikutnya ... akan membantu menjawabnya," katanya.
Sebagai informasi, penjelajah Perseverance selanjutnya telah diluncurkan pada Juli dan diharapkan mencapai Planet Merah pada Februari 2021. Para astronom berharap penjelajah tersebut akan mempelajari tentang proses iklim yang mengubah Mars menjadi planet yang tidak dapat dihuni, selain dari komposisi permukaannya. Temuan yang telah terbit di jurnal Scientific Reports pada 5 November.