Ahad 29 Nov 2020 20:23 WIB

Menunjukkan Karakter Pancasila dalam Bermedia Sosial

Generasi muda Indonesia, harus bisa menunjukkan sifat pelajar Pancasila

Rep: Inas Widyanuratikah/ Red: Gita Amanda
Media sosial (ilustrasi).
Foto: www.freepik.com
Media sosial (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menulis di media sosial saat ini sudah menjadi kegiatan yang dilakukan hampir seluruh lapisan masyarakat, termasuk generasi muda. Namun, di satu sisi tidak dapat dipungkiri jika di dalam media sosial banyak hal yang bisa memberikan pengaruh buruk.

Pembicara dari Pusat Penguatan Karakter (Puspeka) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Dian Srinursih mengatakan menulis hal positif di media sosial harus dibiasakan. Generasi muda Indonesia, harus bisa menunjukkan sifat pelajar Pancasila melalui media sosial mereka.

Dian menjelaskan, saat ini anak-anak di bawah 13 tahun sudah memiliki akun media sosial. Bahkan, tidak jarang ditemukan warganet yang menyebarkan hal negatif di media sosial adalah anak-anak muda yang usianya masih sangat muda.

Menurut dia, karakter-karakter Pancasila harus didorong agar di dalam bermedia sosial, anak-anak bisa menunjukkan karakter yang baik. Karakter Pancasila akan bisa terlihat jika dibiasakan setiap kali akan mengunggah konten apapun di media sosial.

"Kita dalam menghasilkan karya-karya di media sosial dengan teknik-teknik, begitu kita biasa dengan teknik yang kita miliki, kemudian menghasilkan konten, semua karena belajar. Kemudian dilatih dan dibiasakan. Kemudian konten-konten yang ada di media sosial itu sesuai dengan karakter kita," kata Dian, saat menjadi pembicara dalam webinar Jurnalistik Milenial dengan Republika, Sabtu (28/11).

Saat ini, banyak pembuat konten di media sosial yang luar biasa, misalnya youtuber. Namun, Dian mengatakan pembuat konten ini terbagi menjadi dua yakni yang berkarakter dan youtuber yang kontennya cenderung berisi hal-hal tidak mendidik.

"Youtuber yang berkarakter insyaAllah umurnya panjang itu nanti. Youtuber yang karakternya negatif ya panjang juga, tapi di tengah dia itu banyak netizen julid," kata Dian menambahkan.

Dian mengatakan, saat ini penguatan karakter menjadi sesuatu yang harus terus didorong. Ia menjelaskan, pembangunan sumber daya manusia (SDM) adalah pondasi pembangunan bangsa. Jika SDM tidak memiliki pondasi karakter yang kuat, maka Indonesia akan sulit menjadi lebih berkembang.

Bahkan, lanjut Dian, negara-negara besar seperti Jepang mengatakan bahwa mereka tidak khawatir jika anak-anak tidak pandai matematika. Hal yang justru harus dikhawatirkan adalah ketika anak-anak tidak bisa mengantre.

Mengantre adalah hal yang sederhana jika dilihat secara sekilas. Namun, jika dibiasakan mengantre dengan benar adalah salah satu hal yang akan mengembangkan karakter seseorang. Jika karakternya baik maka seseorang akan lebih bijak dalam membuat konten-konten di media sosial.

Sementara itu, Wakil Pemimpin Redaksi Republika, Nur Hasan Murtiaji mengatakan membiasakan bijak dalam bermedsos harus dilakukan sejak muda. Generasi muda sebaiknya tidak hanya memanfaatkan media sosial sebagai tempat berkeluh kesah, namun juga tempat yang memberikan pencerahan.

"Jadi selama ini mungkin kita punya akun medsos untuk curhat, untuk curcol. Alangkah baiknya akun-akun yang kita punya, kita manfaatkan untuk berbagi ke satu hal yang memberikan nilai positif bagi netizen yang lain," kata Hasan.

Membuat konten positif tentunya tidak bisa sembarangan. Konten yang bermanfaat membutuhkan pengetahuan dan membutuhkan ilmu tertentu. Membuat konten bermanfaat juga membutuhkan teknik untuk membuat konten tersebut. Hal inilah yang harus dipelajari oleh generasi muda.

"Harus ada aturan-aturan yang secara jurnalistik itu, dan harus kita penuhi syarat-syaratnya," kata Hasan menambahkan.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement