REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Federasi Serikat guru Indonesia (FSGI) menyayangkan munculnya klaster satuan pendidikan, yaitu di salah satu madrasah di DKI Jakarta. Dewan Pakar Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI), Retno Listyarti mengatakan, seharusnya klaster madrasah ini dapat dicegah.
"Klaster madrasah ini seharusnya dapat dicegah jika pimpinan madrasah cermat dalam memitigasi risiko penularan Covid-19 sebelum kegiatan studi wisata dilakukan," ujar Retno dalam siaran persnya, Sabtu (5/12).
Akibat lemahnya mitigasi risiko penularan Covid-19, menurut dia, sebanyak 30 guru dan karyawan MAN 22 Jakarta Barat dinyatakan positif Covid-19 seusai study tour di Yogyakarta. Bahkan data terakhir menunjukkan, sebanyak 43 orang telah diperiksa dalam kasus klaster Guru MAN 22 Jakarta Barat, hasilnya 30 orang dari jumlah tersebut dinyatakan positif Covid-19.
Retno mengatakan, agar menjadi pembelajaran dan perhatian bersama untuk pimpinan madrasah maupun pimpinan sekolah di Indonesia, maka kasus tersebut harus ditangani dengan sungguh-sungguh agar menimbulkan efek jera dan tidak terulang kembali.
Menurut Retno, Kemenag RI melalui Kepala Kantor Wilayah Agama Provinsi DKI Jakarta harus melakukan pemeriksaan atau BAP kepala madarasah sebagaimana ketentuan dalam PP No. 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri.
"Pemeriksaan didasarkan pada adanya dugaan kelalaian dan lemahnya manajemen mitigasi resiko pimpinan madrasah sehingga menimbulkan kerugian pada Negara dan madrasah," katanya.
Retno menjelaskan, kegiatan studi wisata madrasah tersebut juga diperkirakan tidak memiliki ijin tertulis dari Kepala Kantor Kemenag dan wisata ini telah menimbulkan dampak adanya kerugian yang dialami oleh guru dan negara sebagai penanggung jawab membayar biaya perawatan.
"Kepala Madrasah yang lalai memberikan perlindungan terhadap guru dan tidak berupaya melakukan pencegahan terhadap kerugian bagi guru dan negara tersebut, harus dipertanggungjawabkan oleh kepala sekolah yang sedang menjabat sekarang ini," jelasnya.