REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hingga Ahad (20/12) sore, Mahkamah Konstitusi (MK) sudah menerima 82 permohonan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilkada 2020. Dari jumlah permohonan itu paling banyak terkait pemilihan bupati yakni sebanyak 74 permohonan PHPU.
"Sudah 82 (permohonan) sekarang," kata Kepala Bagian Humas dan Kerja Sama Dalam Negeri MK Fajar Laksono saat dikonfirmasi Ahad (20/12).
Fajar menjelaskan, dari 82 permohonan sebanyak 74 terkait pemilihan bupati, sementara pemilihan Wali Kota terdapat delapan permohonan. Sejauh ini, dari sembilan Pilgub yang digelar pada Pilkada 2020, belum ada satu pun yang mengajukan permohonan PHPU ke MK.
Dalam Peraturan MK Nomor 6 Tahun 2020, MK mengatur syarat selisih atau perbedaan jumlah perolehan suara yang dapat disengketakan dengan memperhatikan jumlah penduduk maksimal dalam suatu provinsi atau kabupaten/kota. Misalnya, provinsi dengan jumlah penduduk maksimal dua juta jiwa, pengajuan perselisihan perolehan suara dapat dilakukan jika terdapat perbedaan paling banyak dua persen. Kabupaten atau kota dengan jumlah penduduk lebih dari satu juta jiwa bisa mengajukan sengketa bila ada selisih suara 0,5 persen.
Pengajuan permohonan perselisihan hasil pemilihan bupati/wali kota berlangsung dari 13 sampai 29 Desember dan pemilihan gubernur pada 16 sampai 30 Desember. Pengucapan putusan atau ketetapan perkara perselisihan hasil pemilihan pada 19 sampai 24 Maret 2021.
Fajar menuturkan, MK melakukan penguatan regulasi, sumber daya manusia, aplikasi, hingga sarana dan prasarana pengajuan permohonan perselisihan hasil pemilihan ini. Di tengah pandemi Covid-19, MK menyiapkan hal khusus untuk kelancaran sidang yang digelar secara daring dan penerapan protokol kesehatan yang ketat.
"Hal khusus paling terkait dengan kelancaran sidang daring serta penerapan protokol kesehatan ketat saat sidang luring dan selama masa-masa penanganan sengketa hasil pilkada," kata Fajar.