Selasa 29 Dec 2020 16:14 WIB

Misi Perdamaian Afghanistan

Indonesia bisa memainkan peran strategis perdamaian di Afghanistan sangatlah besar.

Mantan wakil presiden RI, Jusuf Kalla saat berkunjung ke Afghanistan.
Foto: Dok DMI
Mantan wakil presiden RI, Jusuf Kalla saat berkunjung ke Afghanistan.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Sudarnoto Abdul Hakim, Ketua MUI Bidang Hubungan Luar Negeri dan Kerjasama Internasional

Kunjungan selama beberapa hari Pak Jusuf Kalla (JK) ke Kabul (Afghanistan) sangatlah penting, tidak saja untuk menghentikan konflik dan membangun perdamaian di Afghanistan, akan tetapi juga diharapkan bisa menjadi kontribusi penting terwujudnya tatanan dunia yang damai dan aman. Selain penulis, ada beberapa anggota delegasi lainnya yang membersamai JK membawa missi perdamaian ini yaitu Prof Hamid Awaluddin, KH Muhyiddin Junaidy, Murniati Mukhlisin, Husain Abdullah, Solihin Kalla, dan Wahban. Antusiasme Afghanistan paling tidak yang ditunjukkan Presiden Afghanistan, sejumlah menteri, ketua umum majelis tinggi untuk rekonsiliasi Afghanistan, penasehat presiden untuk  keamanan nasional, para ulama, aktivis dan tokoh perempuan, sangatlah terasa. Harapan kepada bangsa Indonesia untuk memainkan peran strategis perdamaian di Afghanistan sangatlah besar. 

Konflik Afghanistan

Afghanistan  termasuk negara yang memiliki sejarah konflik dan perang  yang panjang dan menelan korban yang tidak sedikit. Pertama, invasi Soviet  tahun 1979, beriringan dengan revolusi Islam Iran yang dipimpin oleh Imam Khumainy,  dengan pertempuran selama 9 tahun. Akan tetapi, penarikan Soviet  jusru melahirkan perang saudara sampai kemudian Taliban berhasil mengambil alih kekuasaan pada tahun 1996. Kedua, invasi Amerika ke Afghanistan pada 2001 sejak peristiwa 11 September 2001 (pengeboman WTC)  dengan anggapan bahwa pemerintah Taliban mendukung Osmaha bin Laden dengan al-Qaidanya. Sejak jatuhnya pemerintah Taliban hingga terbentuknya sebuah pemerintahan yang dibangun berdasarkan demokrasi hingga hari ini, Afghanistan sering mengalami pengeboman dan tindakan-tindakan kekerasan lainnya. Tingkat keamanan sangatlah rendah sebagai akibat perlawanan Faksi Taliban dengan korban yang tidak sedikit. Ethnis  Pasthun, backbone Taliban, pun juga mengalami penderitaan yang panjang. Bahkan tak sedikit mereka yang kemudian melarikan diri ke Pakistan.

Berbagai upaya damai dilakukan termasuk kesepakatan Washington dengan Taliban bulan Februari 2020 lalu yang antara lain menyebutkan  pasukan Amerika akan ditarik mundur dari Afghanistan pada bulan April 2021 dengan syarat  Taliban harus memerangi kelompok teroris  terutama yang berafiliasi dengan ISIS. Akan tetapi, berbagai perjanjian tersebut “tidak berhasil” begitu ungkap Hamid  Karzai, presiden pertama Republik Islam Afghanistan. Kekerasan terus berlanjut dan penderitaan rakyat akan terus berlangsung “hingga kita menemukan jalan” kata Abdullah Abdullah Kepala Majelis Tinggi  Afghanistan untuk rekonsiliasi nasional. Jadi sudah 40 tahun Afganistan mengalami trauma perang dan sangat berharap ada langkah terang untuk damai dalam arti yang sesungguhnya dengan negotiator atau mediator yang tepat dan dipercaya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement