REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI), Noor Achmad, mengapresiasi Gerakan Wakaf Uang yang diluncurkan Kementerian Agama (Kemenag). Menurut dia, gerakan tersebut sangat diperlukan dalam rangka memberi kemudahan calon wakif dari kalangan Aparatur Sipil Negara (ASN).
"Apakah itu berupa wakaf barang atau uang. Bahkan tidak wakaf saja tetapi seharusnya dengan zakat. Bahkan kita tidak hanya di kalangan Kemenag tetapi untuk seluruh ASN dan pegawai BUMN. Terlebih di masa pandemi Covid-19 ini," kata dia kepada Republika.co.id, Selasa (29/12).
Namun, Noor juga mengingatkan bahwa wakaf harus tercatat dengan baik. Sebab wakaf adalah pemisahan hak dari wakif yang dipercayakan kepada nazir untuk dikelola dan dikembangkan selamanya atau dengan jangka waktu. "Artinya kalau tidak dicatat dan diadministrasikan dengan baik akan banyak gugatan di kemudian hari," ujar dia.
Lebih lanjut, Noor menjelaskan, wakaf uang sudah diatur dalam Peraturan Menteri Agama nomor 4 tahun 2009, peraturan Badan Wakaf Indonesia (BWI) nomor 2 tahun 2009 dan peraturan BWI nomor 2 tahun 2010. Berdasarkan regulasi ini, penerima dan pencatat wakaf uang adalah Lembaga Keuangan Syariah Penerima Wakaf Uang (LKSPWU).
"Tidak boleh dikumpulkan perorangan, termasuk Kemenag juga tidak boleh menerima wakaf uang kecuali sudah ada perjanjian dengan LKSPWU. Demikian tidak semua nazir bisa mengelola wakaf uang, karena nazir wakaf uang adalah lembaga yang berbadan hukum atau organisasi yang telah mendapat izin dari BWI," ujarnya.
Kementerian Agama telah meluncurkan Gerakan Wakaf Uang untuk mendorong makin gencarnya gerakan wakaf di Indonesia. Wakaf uang dari para ASN Kemenag merupakan program strategis yang akan membawa perubahan bagi perwakafan di Indonesia.
Hingga Senin (28/12), gerakan wakaf uang ASN Kemenag mencapai Rp 3,5 miliar. Gerakan itu merupakan bagian dari rencana strategis Kemenag pada tahun 2020 - 2024. Wakaf uang juga merupakan implementasi dari fatwa MUI tahun 2002 yang menjadi cikal bakal lahirnya UU Wakaf Nomor 41 Tahun 2004.