REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) RI Fritz Edward Siregar memaparkan, lima permasalahan yang berpotensi muncul pada Pemilihan Umum (Pemilu) serentak 2024. Pertama, soal tata kelola pemilu lima kotak suara secara bersamaan yakni pemilihan presiden (pilpres), pemilihan legislatif DPR RI, DPD RI, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota.
"Tata kelola pemilu lima kotak suara ini bisa jadi menjadi potensi masalah karena berbarengan di tempat dan waktu yang sama," ujar Fritz dikutip situs resmi Bawaslu RI, Kamis (4/3).
Potensi permasalahan kedua, lanjut Fritz, adanya persinggungan antara rezim pemilu dan rezim pemilihan kepala daerah (pilkada). Sedangkan, kedua rezim ini masih diatur dalam Undang-Undang yang berbeda atau terpisah, sehingga akan berpengaruh pada penanganan pelanggaran oleh Bawaslu.
Potensi permasalahan ketiga terkait beban kerja penyelenggara yang lebih besar dan tidak proporsional. Potensi permasalahan keempat kemungkinan timbul karena banyaknya pelaksana tugas (plt) atau penjabat sementara (pjs) kepala daerah.
Plt dan pjs ini ditunjuk karena kepala daerah tersebut telah habis masa jabatannya, tetapi pilkada belum dilangsungkan. Sebab, kepala daerah hasil Pilkada 2017 dan 2018 tidak menggelar Pilkada kembali pada 2022 dan 2023, melainkan serentak pada Pilkada 2024 berbarengan dengan Pemilu nasional.
"Saya memperkirakan bisa sampai 350 lebih Plt atau Pjs kepala daerah jika pilkada dan pemilu dibuat satu waktu di tahun 2024," kata Fritz.
Kemudian, potensi permasalahan kelima berkaitan dengan ketepatan waktu penghitungan suara. Menurut Fritz, penghitungan suara akan molor karena banyaknya kotak suara.