Oleh : Ichsan Emrald Alamsyah*
REPUBLIKA.CO.ID, Judul di atas memang sengaja penulis ketik untuk memancing pertanyaan ulang dari pembaca. Alasannya, tentu saja salah ketika ada seseorang apalagi sekelompok orang bermain skateboards di trotoar.
Pernyataan penulis menjadi latar belakang dari video viral penertiban para skateboarder di sekitar Hotel Mandarin di Jalan Thamrin, Jakarta. Dalam video itu, tampak seorang pemuda terlibat adu mulut dan tarik-menarik skateboard dengan salah satu petugas Satpol PP. Apalagi bila diperhatikan salah satu yang terciduk tidak menggunakan masker.
Pertama, bermain papan seluncur di trotoar jelas mengganggu aktivitas pejalan kaki. Apalagi di masa pandemi Covid-19, pihak berwenang bertanggung jawab dan warga wajib menjalankan protokol kesehatan.
Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan menjelaskan dalam Pasal 45 ayat (1) bahwa Trotoar merupakan salah satu fasilitas pendukung penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan di antara fasilitas-fasilitas lainnya seperti: lajur sepeda, tempat penyeberangan pejalan kaki, halte, dan/atau fasilitas khusus bagi penyandang cacat dan manusia usia lanjut. Artinya dari undang-undang ini saja sudah salah, apalagi bila sampai menganggu pejalan kaki.
Kedua, Pemerintah baik Pemerintah provinsi dan Pemerintah telah menyediakan lokasi atau wahana bermain papan luncur, contohnya Taman Dukuh Atas 2. Dimana sepatutnya, para pemain yang sudah tidak lagi anak-anak tahu lokasi tepat bermain papan luncur. Lokasinya pun amat dekat kecuali yang bersangkutan enggan berjalan kaki di trotoar.
Kedua alasan ini bisa menjadi pembenaran upaya pembubaran dan penertiban aksi Satpol PP yang viral di media sosial. Apalagi berdasarkan pernyataan Kasatpol PP DKI Jakarta Arifin bahwa mereka melanggar protokol kesehatan. Selain itu, Arifin menyatakan tidak ada perampasan skateboard dalam penertiban protokol kesehatan terhadap skateboarder.
"Itu kumpul-kumpul di situ. Kan pernah kejadian juga skateboard meluncur lepas masuk ke jalan. Kemudian ada kendaraan menabrak jatuh dan sebagainya," katanya.
Warga vs Warga
Sehari video viral itu diunggah, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menemui perwakilan peseluncur Satria Vije guna mengklarifikasi persoalan tersebut. Usai pertemuan, pengurus Jakarta Skateboarding Satria Vije mengakui kesalahan yang dilakukan skateboarder. Mulai dari menguasai jalanan hingga tidak mengikuti protokol kesehatan.
Satria menyebut selain wajib pakai masker, skateboarder harus mengutamakan pejalan kaki. Pada pertemuannya itu, kata dia, skateboarder juga tidak diperbolehkan melakukan catcalling.
Hal ini disampaikan lantaran adanya aduan yang diterima. Komunitas peseluncur, ungkap Satria, bersepakat untuk tidak memperpanjang lagi permasalahan tersebut.
Dilihat dari narasi di atas, maka jelas disini justru kenyataan yang ada berbeda jauh dengan apa yang sempat viral di video. Bahwa pada kenyataannya, justru konflik yang terjadi bukan lagi Satpol PP lawan pecinta papan luncur, tetapi skater dengan warga lainnya. Dengan kata lain, warga vs warga, sama halnya antara pejalan kaki dengan PKL.
Artinya keputusan Satpol lakukan penertiban sudah benar, karena terjadi gesekan antara skater sebagai warga dan pejalan kaki yang juga pengguna sebenarnya trotoar.
Di lain pihak terjadinya kekerasan tidak lantas bisa dibenarkan. Sehingga disini Pemprov DKI juga layak memberikan hukuman kepada petugasnya yang lalai hingga bisa terjadi kekerasan kepada masyarakat umum.
Ke depan penulis yakin kejadian serupa bisa terjadi kembali. Baik itu dilakukan oleh kelompok skater, pedagang kaki lima atau yang lainnya. Sehingga yang dibutuhkan adalah ketegasan dari petugas namun dengan cara arif dan manusiawi.
*) Penulis adalah jurnalis republika.co.id