REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini mengingatkan sejak dini agar Pilkada 2024 tidak menjadi pintu masuk keikutsertaan militer, baik TNI maupun Polri di birokrasi daerah. Sebab, banyak daerah yang akan dipimpin penjabat (pj) karena masa jabatan kepala daerahnya berakhir sebelum Pilkada serentak 2024.
"Kita harus memastikan agar militer tidak cawe-cawe di politik," ujar Titi dalam diskusi daring, Rabu (24/3).
Dia menyebutkan, ada 270 daerah yang akan diisi penjabat, karena akhir masa jabatan kepala daerahnya berakhir pada 2022 dan 2023. Sedangkan, pemilihan pemimpin daerah langsung oleh rakyat baru akan dilaksanakan pada 2024 secara serentak bersamaan dengan Pemilu.
Sebelumnya, Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia Burhanudin Muhtadi juga menyoroti persoalan legitimasi penjabat di sejumlah daerah. Apalagi, menurutnya, kepala daerah yang masa jabatannya habis antara 2022-2023 terjadi di daerah-daerah besar seperti DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Sulawesi Selatan, hingga Sumatera Utara.
"Kalau misalnya pilkada ditarik 2024, itu ada 270 lebih penjabat, Plt (pelaksana tugas) yang kita tahu mereka tidak punya legitimasi karena tidak dipilih secara langsung rakyat. Nah bagaimana mungkin kita memberikan mandat kepada penjabat apalagi dalam waktu dua tahun sampai 2024, sementara mereka bukan penjabat by election, mereka penjabat by selection," kata Burhanuddin dalam diskusi daring, Sabtu (13/3).
Dia berpendapat, jika daerah-daerah tersebut diisi oleh penjabat gubernur yang memiliki kecenderungan partisan, maka hal itu berpotensi menguntungkan partai penguasa.
Dirinya juga menyoroti soal legitimasi pileg dan pilpres 2024. Dia berpendapat, jika penjabat ditentukan oleh presiden dan mendagri, maka pertanyaan yang muncul yaitu terkait ada tidaknya partai yang diuntungkan secara elektoral. Apalagi menjelang masa krusial 2024.
"Tentu ada dugaan politis bahwa penjabat gubernur, bupati/walikota akan menguntungkan pihak tertentu. Satu prasangka yang nggak bisa disalahkan. Nah kalau misalmya prasangka itu meluas orang bisa mempertanyakan legitimasi hasil pemilu 2024, nah itu problem gitu ya," katanya.