REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menyatakan, pengajuan anggaran untuk penyelenggaraan pemungutan suara ulang (PSU) sedang dibahas dengan pemerintah daerah (pemda). Usulan tambahan anggaran ini datang dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) daerah yang kekurangan dana melaksanakan amar putusan Mahkamah Konstitusi (MK).
"Saat ini kita sedang koordinasikan dengan pemda," ujar Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah Kemendagri Mochamad Ardian saat dikonfirmasi Republika, Senin (29/3).
Ia mengatakan, pemda harus mempersiapkan anggaran PSU ini dengan memperhatikan sisa hibah sebelumnya. Maksudnya, sisa anggaran Pilkada 2020 yang bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) melalui naskah perjanjian hibah daerah (NPHD).
Menurut Ardian, Pemerintah Kabupaten Nabire dan Kabupaten Boven Digoel melaporkan masih sanggup menganggarkan kebutuhan biaya untuk pelaksanaan PSU. MK memerintahkan KPU di kedua daerah ini melaksanakan PSU di seluruh tempat pemungutan suara (TPS) se-kabupaten.
"Sementara mereka laporkan masih sanggup untuk anggarkan," kata dia.
Sebelumnya, Anggota KPU RI Pramono mengatakan, terdapat tujuh daerah yang mengalami kekurangan anggaran untuk pelaksanaan PSU maupun penghitungan suara ulang. Daerah ini antara lain Kabupaten Nabire dan Kabupaten Boven Digoel yang akan melaksanakan PSU di seluruh TPS.
Sementara, sembilan daerah lainnya telah memiliki anggaran yang cukup untuk melaksanakan PSU. Anggaran tersebut berasal dari sisa hasil efisiensi yang dilakukan KPU daerah dalam mengelola anggaran Pilkada 2020.
Anggota Bawaslu RI Rahmat Bagja menuturkan seluruh kegiatan penyelenggara pemilihan usai putusan MK terkait PSU terhalang oleh anggaran. Sebab, beberapa Bawaslu daerah sudah kehabisan anggaran.
MK memerintahkan KPU melaksanakan pemungutan suara ulang di 15 daerah, sedangkan penghitungan suara ulang di satu daerah, dalam amar putusan perkara perselisihan hasil Pilkada 2020. MK juga memerintahkan jajaran Bawaslu melakukan pengawasan terhadap pelaksanaannya.