Rabu 14 Apr 2021 14:28 WIB

Muhammadiyah Menuju Politik 2024

Kader Muhammadiyah jangan hanya jadi partisipan pemilu.

Red: Karta Raharja Ucu
Kader-kader Muhammadiyah dinilai jangan hanya jadi partisipasn pemilu, tapi juga masuk dalam pertarungan kekuasaan. Foto: ilustrasi politikus.
Foto:

Kader Muhammadiyah yang ingin maju dalam arena politik 2024 perlu dihimpun secara kultural, karena sulit rasanya secara struktural dapat dilakukan. Karena khittah Muhammadiyah lebih tinggi dari sekadar gerakan politik 2024, Muhammadiyah itu aslinya sudah menjadi gerakan peradaban.

Jadi, kader-kader Muhammadiyah menurut saya perlu melakukan konsolidasi menguatkan diri untuk politik 2024 dan seterusnya. Kader-kader Muhammadiyah jangan hanya menjadi partisan pada setiap perhelatan pemilu, tetapi harus menjadi bagian utama dari pertarungan kekuasaan. Pengamatan saya, kekuasaan adalah salah satu alat dakwah yang efektif untuk mencapai cita-cita kebangsaan yang berkemajuan.

Namun perlu diingat, berpolitik sulit tumbuh kalau dilakoni hanya setengah, dikerjakan cuma separuh, atau digerakkan seperdua saja. Kalau berpolitik separuh hati dan setengah waktu, sudah tepatlah apa yang dikatakan Kuntowijoyo saat menilai gerakan politik kader Muhammadiyah, jika diibaratkan seperti menanam pohon pisang: cepat tumbuh, musiman, berbuah, dan berumur pendek.

Karena itu, seperti amanat Buya Syafii dalam acara Muallimin di Yogyakarta, hidup jangan kepalang tanggung, kalau jadi alim, jadilah alim besar sekaligus. Kalau jadi kiai jadilah kiai besar, kalau jadi penulis jadilah penulis besar.

Kalau boleh saya tambah lagi, kalau jadi politisi jangan kepalang tanggung. Kalau kepalang tanggung dapat berumur pendek, politiknya tidak berkemajuan.

Akhirnya, dorongan penuh Muhamamdiyah untuk mempersiapkan kadernya dalam politik 2024 perlu dilakukan juga tidak kepalang tanggung, jangan seperdua, tapi sepenuh hati. Apa pun bentuknya, kultural mau pun struktural. Seperti pesan buya dalam Muktamar IPM belum lama ini, untuk kebaikan sekali lagi untuk kebaikan persiapkan diri memimpin Republik.

Sambung Buya, tidak boleh seperti katak dalam tempurung. Jangan yang dipikirkan hanya Muhammadiyah, pikirkan (juga) bangsa ini. Jangan berkurung di Muhammadiyah, bahwa Muhammadiyah adalah rumah kita betul. Tapi rumah asli (Indonesia) harus kita bela.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement