Selasa 27 Apr 2021 06:48 WIB

Facebook dan Google Gagal Hapus Iklan Penipuan Online

Sebagian pengguna Facebook dan Google jadi korban iklan penipuan di kedua platform.

Rep: Idealisa Masyrafina/ Red: Nora Azizah
Sebagian pengguna Facebook dan Google jadi korban iklan penipuan di kedua platform.
Foto: CNN
Sebagian pengguna Facebook dan Google jadi korban iklan penipuan di kedua platform.

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Facebook dan Google dilaporkan gagal menghapus iklan penipuan online pada platformnya. Hal ini dikabarkan setelah korban penipuan melaporkannya.

Menurut pengawas konsumen Which?, Google telah gagal menghapus 34 persen dari iklan penipuan yang dilaporkan. Angka ini lebih besar dibandingkan dengan 26 persen di Facebook berdasarkan studi, dilansir di BBC, Selasa (27/4).

Baca Juga

Kedua perusahaan mengatakan, mereka menghapus iklan palsu yang dilarang di platform mereka. Tapi Which?  mengatakan bahwa diperlukan pendekatan yang lebih proaktif.

Laporan itu juga menemukan bahwa 15 persen dari mereka yang disurvei menjadi korban iklan penipuan dan melaporkannya. Dari jumlah tersebut, 27 persen berada di Facebook dan 19 persen berada di Google. Sementara itu, sebanyak 43 persen korban tidak melaporkan penipuan tersebut ke perusahaan teknologi.

Di Facebook, alasan terbesar orang tidak melaporkan penipuan adalah karena mereka ragu akan ada tindakan yang dilakukan. Di Google, korban tidak tahu bagaimana cara melaporkan penipuan tersebut. Peneliti Which? mengatakan bahwa proses pelaporan Google rumit dan tidak jelas.

"Kombinasi kelambanan dari platform online saat iklan penipuan dilaporkan, tingkat pelaporan yang rendah oleh korban penipuan, dan kemudahan pengiklan untuk memposting iklan penipuan baru bahkan setelah iklan asli dihapus menunjukkan bahwa platform online perlu mengambil tindakan yang jauh lebih proaktif untuk mencegah konten penipuan menjangkau calon korban di tempat pertama," kata Which?.

Which? telah meluncurkan layanan peringatan penipuan gratis untuk memperingatkan konsumen tentang taktik terbaru yang digunakan oleh penipu. "Tidak ada keraguan bahwa raksasa teknologi, regulator, dan pemerintah perlu berusaha lebih keras untuk mencegah penipuan berkembang,” kata Adam French, pakar hak konsumen di Which?.

"Platform online harus diberi tanggung jawab hukum untuk mengidentifikasi, menghapus, dan mencegah konten palsu dan penipuan di situs mereka dan pemerintah perlu bertindak sekarang." tambahnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement