REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Musyawarah Perguruan Swasta (BMPS) menanggapi tentang wacana pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pada jasa pendidikan. Ketua Umum BMPS, Saur Panjaitan XIII mengatakan, pihaknya merasa prihatin jika PPN sungguh dikenakan pada jasa pendidikan.
"BMPS sangat terkejut, terganggu, prihatin, kecewa dan khawatir sekali dengan rencana pengenaan PPN pada jasa pendidikan tersebut," kata Saur, dalam keterangannya, Sabtu (12/06).
BMPS juga secara resmi mengusulkan agar pembahasan Rancangan Undang-undang tentang Perubahan Kelima atas UU Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan ditunda. Saur menambahkan, pihaknya saat ini melakukan kajian mendalam terhadap RUU tersebut dan jika sudah selesai akan disampaikan ke pihak terkait.
Berdasarkan pantauan BMPS, di masa pandemi Covid-19 banyak sekolah swasta yang mengalami kesulitan keuangan. Hal ini disebabkan pemasukan dana SPP yang berkurang, sehingga mengganggu operasional sekolah.
Dana operasional sekolah swasta pada umumnya tergantung kepada jumlah siswa yang dikelolanya. Saur menjelaskan, saat ini sekolah-sekolah swasta sedang berkonsentrasi dan mengatur berbagai strategi untuk mendapatkan murid baru melalui Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB).
Selama ini, pungutan biaya di sekolah swasta sangat bervariatif. Walaupun pada umumnya relatif kecil, BMPS tidak memungkiri ada segelintir sekolah yang memungut biaya besar atau mungkin sangat tinggi.
Lebih lanjut, BMPS berharap. pemerintah lebih bijak dalam menetapkan peraturan. Pemerintah juga didorong untuk ikut serta membantu sekolah swasta di dalam situasi pandemi ini. Apalagi, pada Juli 2021 seluruh sekolah diminta untuk menyediakan pilihan pembelajaran tatap muka (PTM).
"Bukan malah sebaliknya, menyampaikan gagasan pengenaan PPN pada jasa pendidikan," kata Saur menegaskan.