REPUBLIKA.CO.ID, LABUAN BAJO -- Produk fesyen tenun khas Nusa Tenggara Timur (NTT) kini semakin beragam. Tak hanya berbentuk sarung dan selendang, tetapi juga ada desain outer, kemeja, dan jaket.
Pendiri UMKM Padu Padan Tenun, Habibie, mengatakan, desain tenun yang beragam itu bertujuan memikat generasi milenial. Mereka diharapkan bisa mengenakan produk fesyen dari warisan budaya lokal.
"Kami ingin angkat budaya daerah terutama tentang tenun untuk menjadi suatu fesyen yang lebih baru lagi," kata Habibie saat ditemui dalam acara Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia di Labuan Bajo, Jumat (18/6).
Kain tenun itu dipadupadankan dengan batik lurik khas Yogyakarta maupun kain chino. Tujuannya untuk menjadikan produk fesyen yang unik untuk kaum muda, termasuk juga bagi orang tua. Habibie beralasan corak dari motif tenun yang cenderung ramai membuat batik lurik sebagai penyeimbang.
"Kalau kami padukan dengan kain lain akan sama-sama kontras nanti jadinya agak kurang bagus, makanya kami pakai yang soft biar lebih enak dilihat," kata Habibie.
Produk fesyen Padu Padan Tenun pasarkan baik melalui pemasaran konvensional maupun daring via media sosial seperti Instagram dengan harga berkisar Rp1 juta hingga Rp3 juta. Busana tenun customize itu telah menjangkau pasar mancanegara, seperti Taiwan, Singapura, Paris, dan Jordan.
Sedangkan untuk pasar domestik paling banyak berada di wilayah Jabodetabek. Dalam sebulan omset yang diperoleh merek fesyen lokal ini mencapai Rp40 juta dengan keuntungan bersih antara Rp20 juta sampai Rp30 juta.