REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin mengatakan masalah gizi pada balita di Indonesia masih cukup tinggi. Ini menjadi pekerjaan rumah di seluruh dunia yang perlu diselesaikan.
Data Global NutritionReport' pada 2018 melaporkan sebanyak 22,2 persen balita mengalami kekerdilan (stunting), sekitar 7,5 persen balita kurus, dan 5,6 persen balita gemuk di seluruh dunia.
"Di Indonesia berdasarkan data riset kesehatan dasar tahun 2018 menunjukkan angka balita kerdil 30,8 persen, balita kurus 10,2 persen, dan balita gemuk 8 persen. Gambaran data ini menunjukkan masalah gizi pada balita di Indonesia cukup tinggi," kata Budi dalam webinar Hari Puncak Pekan Menyusui Sedunia 2021 dengan tema Perlindungan Menyusui: Tanggung Jawab Bersama, Rabu (25/8).
Menurut Budi, masalah kurang gizi pada anak diawali dengan penurunan berat badan. Studi menunjukkan penurunan berat badan umumnya terjadi saat bayi berusia pada tiga sampai empat bulan di mana dalam kondisi ibu kembali bekerja dan tidak optimal saat memberi air susu Ibu (ASI).
"Menyusui salah satu investasi terbaik untuk kelangsungan hidup dan meningkatkan kesehatan, perkembangan sosial serta ekonomi individu dan bangsa. Menyusui secara optimal dapat mencegah lebih dari 823 ribu kematian anak dan 20 ribu kematian Ibu setiap tahun," ujar Budi.
Ibu yang tidak menyusui eksklusif akan memiliki risiko 2,6 kali lebih tinggi untuk anaknya mengalami kekerdilan pada usia 0 sampai 6 bulan dan dua kali lebih pada usia 6 sampai 23 bulan. Untuk itu, Budi menyarankan Ibu menyusui yang terpapar COVID-19 tetap menyusui bayinya karena COVI-19 tidak dapat menular melalui ASI.
"Ibu menyusui diimbau tidak takut divaksinasi karena antibodi dapat terdeteksi di ASI dan berpotensi meningkatkan kekebalan bayi terhadap COVID-19," katanya.
Saat ini, Indonesia berada di urutan 115 dari 151 negara di dunia dengan kasus kekerdilan. Angka kekerdilan nasional masih 27,7 persen.
Dalam kurun waktu tiga tahun terakhir, angka bayi yang berusia 0-6 bulan yang mendapat ASI eksklusif turun dari angka 68,7 persen pada 2018 menjadi 65,8 persen pada 2019. Pada 2020 turun ke angka 53,9 persen.